Pengusaha Ingatkan Holding BUMN Berpotensi Monopoli dan Kartel

Miftah Ardhian
2 November 2017, 15:40
BUMN
Arief Kamaludin (Katadata)

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengingatkan agar pemerintah berhati-hati sebelum merealisasikan rencana pembentukan perusahaan induk (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Alasannya, program tersebut berpotensi membuat BUMN tersangkut masalah kartel dan monopoli.

Ketua Tim Ahli Apindo Sutrisno Iwantono menjelaskan, pembentukan holding ini jangan sampai menjadi suatu kumpulan perusahaan sejenis yang melakukan tindakan bisnis bersama-sama dan mempengaruhi pasar. Sutrisno mengatakan, jika itu terjadi bisa dikategorikan tindakan kartel.

"Itu harus hati-hati, apalagi saat ini Undang-Undang (UU) anti persaingan tidak sehat sedang di revisi di DPR," ujar Sutrisno saat ditemui di FEB Universitas Indonesia, Jakarta, Kamis (2/11). 

(Baca juga:  Kadin Klaim Pemerintah Akan Pangkas 600 Perusahaan Anak Cucu BUMN)

Dirinya mengatakan, salah satu yang paling menonjol dalam revisi tersebut yakni denda yang dikenakan kepada perusahaan yang terbukti melakukan kartel bisa mencapai 5-30% dari total penjualan (sales). Padahal, saat ini, maksimal denda hanya Rp 25 miliar.

Sutrisno mengakui, ada argument bahwa operasional holding BUMN tidak bisa dikategorikan sebagai kartel  karena telah menjadi single economy entity. Akan tetapi, ketika holding tersebut masuk ke pasar, maka perusahaan berpotensi menjadi pemain dominan, bahkan melakukan monopoli.

Sutrisno kembali mengingatkan, UU anti monopoli tidak memberikan pengecualian kepada BUMN. Salah satu revisi UU tersebut juga akan memuat tentang cross border law enforcement. Hal ini pun bisa menjadi masalah yang akan dihadapi holding BUMN, sebab otoritas pengawas persaingan usaha negara lain dapat melakukan tindakan.

(Baca juga: BUMN Harus Mengerjakan Proyek yang Tak Diminati Swasta)

Hal tersebut dapat terjjadi jika ada perusahaan asing yang merasa diperlakukan tidak adil dalam tender di Indonesia dan melaporkannya ke otoritas di negaranya. "Saran saya, kompetisi itu harus harus (dijaga)," ujar Sutrisno.

Sementara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Keuangan periode 2001-2004 Dorodjatun Kuntjoro Jakti menuturkan, memang seharusnya pembentukan holding BUMN ini tidak mencontoh Khazanah dan Temasek. Menurutnya, Indonesia dengan asal negara kedua perusahaan tersebut memiliki dasar hukum yang berbeda.

Kemudian, secara politiknya pun berbeda dengan banyaknya partai politik di Indonesia. "Mereka bisa dengan cepat mengubah UU, sedangkan Indonesia banyak bertumpuk-tumpuk (yang perlu harmonisasi)," ujarnya.

(Baca juga:  Menteri BUMN Sebut Tiga Masalah Negosiasi Divestasi Saham Freeport)

Namun, ketika melakukan wawancara khusus dengan tim Katadata, Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, BUMN tidak akan bisa memonopoli dan melakukan kartel. Alasannya, porsi BUMN dalam bisnis tambang nasional hanya 6 persen, sedangkan 94 persen swasta. Bisnis perkebunan, BUMN hanya menguasai 9 persen. Lalu, jasa konstruksi secara nasional hanya 23 persen. "Terus kalau kami (BUMN) dominasi itu di mananya?" ujar Rini, pekan lalu.

Reporter: Miftah Ardhian
Editor: Pingit Aria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...