Pansus Angket DPR Paparkan Empat Temuan soal KPK

Dimas Jarot Bayu
26 September 2017, 16:35
Pansus Angket KPK
Antara Foto/Wahyu Putro
Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa (kanan) menyampaikan laporan pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/9).

KPK juga dianggap mengatur sendiri kewenangan dalam eksekusi perkara. Padahal, kata Agun, tidak ada kewenangan eksekusi dalam UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang KPK.

"Kewenangan KPK hanya koordinasi, supervisi, penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Tidak ada eksekusi. Harusnya hanya Kejaksaan," kata Agun.

Pansus Angket KPK juga menilai tak ada koordinasi antara KPK dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Selain itu, Pansus Angket juga mempermasalahkan soal Justice Collaborator yang kerap digunakan KPK.

"Dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya, KPK juga diduga seringkali menyalahgunakan kewenangan dalam hal terjadi pertentangan kepentingan dalam penanganan kasus," kata Agun.

Sementara pada aspek anggaran, Pansus Angket menilai terdapat 47 rekomendasi yang belum sesuai dan 11 rekomendasi belum ditindaklanjuti dari Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan KPK Tahun 2006-2016. Beberapa rekomendasi itu terkait kelebihan pembayaran gaji terhadap pegawai yang melaksanakan tugas belajar berupa living cost sebesar Rp748,46 juta.

Realisasi belanja perjalanan dinas biasa KPK juga tidak sesuai ketentuan minimal sebesar Rp 1,29 miliar. Kemudian, perencanaan pembangunan Gedung KPK yang dianggap tidak cermat sehingga terdapat kelebihan pembayaran Rp 655,30 juta.

Adapula soal empat pegawai yang tidak dipensiunkan walaupun telah melewati usia 56 tahun. Menurut Pansus, seharusnya batas usia pensiun sesuai PP Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia Komisi Pemberantasan Korupsi adalah 58 tahun.

Pansus Angket juga menuding terdapat 29 pegawai KPK yang diangkat tetap namun belum diberhentikan dan mendapat persetujuan tertulis dari instansi asalnya. "Selain itu terdapat 42 orang penyidik yang belum dilengkap dengan surat keputusan perpanjangan dari instansi asal," kata Agun.

Selain itu, Pansus Angket menuding penyimpangan juga terjadi melalui besaran anggaran KPK yang lebih tinggi dibandingkan penegak hukum lainnya. Padahal, anggaran tersebut tak sebanding dengan besaran pengembalian uang negara dari hasil penindakan

"Dengan realisasi anggaran pada 2004-2016 sebesar Rp 4,23 triliun, namun total kerugian negara yang disetor ke kas negara selama periode yang sama sebesar Rp 1,94 triliun," kata Agun.

Adapun terkait aspek tata kelola SDM, temuan Pansus Angket menuding terjadi dualisme konflik internal dalam tubuh KPK, baik secara kepegawaian maupun kultural. Hal ini didasari atas laporan Direktur Penyidikan KPK, Brigjen (Pol) Aris Budiman beberapa waktu lalu.

Hal lain yakni mengenai pembentukan Wadah Pegawai KPK. Agun menuding jika Wadah Pegawai KPK dapat mengintervensi dan membatalkan keputusan pimpinan.

"Dalam aspek tata kelola SDM KPK dibutuhkan integritas dan moralitas dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya," kata Agun.

Kendati telah mengungkapkan temuannya, Pansus Angket masih belum menyimpulkan rekomendasi. Sebab, Pansus Angket masih membutuhkan konfirmasi dari KPK terkait temuan. Agun berdalih, hal ini dilakukan agar rekomendasi Pansus Angket bisa lebih adil dan berimbang.

"Pansus Angket belum dapat rampungkan tugasnya karena perlu kofirmasi terhadap pihak terkait," kata Agun.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...