Di Balik Tangis Pembelaan Ahok dan Dahlan di Ruang Sidang

Safrezi Fitra
14 Desember 2016, 17:24
Sidang Ahok
KATADATA/CNN Indonesia/Safir Makki/POOL
Sidang perdana kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di bekas Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (13/12).

Dia dituduh merugikan negara karena menjual aset pemerintah daerah tanpa sepengetahuan DPRD. Padahal, menurut Dahlan, BUMD ini sudah berstatus perseroan terbatas (PT). Artinya, aset perusahaan tersebut bukanlah aset pemda.  (Baca: Lima Instruksi Jokowi Terkait Larangan Kriminalisasi Pejabat)

Karena berstatus PT, pengambilan keputusan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), bukan DPRD. Meski penjualan dua aset PWU sudah disepakati RUPS, Dahlan tetap meminta persetujuan DPRD melalui suratnya pada Maret 2001. Enam bulan berselang, surat tersebut baru berbalas.

Karena itulah, Dahlan merasa sedih dengan gugatan jaksa yang membawanya ke Pengadilan Tipikor. Bahkan, dia mengaku sebenarnya telah berkorban banyak untuk menyelamatkan TWU yang sudah hampir mati. 

Saat menjadi Direktur Utama PWU, dia tidak pernah digaji, tidak mendapat fasilitas apapun, dan perjalanan dinas dilakukan dengan uang pribadinya. Bahkan, Dahlan menjaminkan dirinya untuk pinjaman PWU sebesar Rp 40 miliar dan deposito pribadi Rp 5 miliar. Hal ini dilakukan karena Pemda Jawa Timur tidak mau lagi memberi tambahan modal, dan perbankan pun enggan memberi pinjaman karena masih ada kredit yang macet  

“Sebenarnya masih ada yang lebih besar lagi pertaruhan harta saya untuk membuat PWU tidak terpuruk. Tapi ijinkan yang satu ini tidak saya ungkap agar masih ada tersisa pahala untuk saya di sisi Yang Maha Kuasa,” kata Dahlan sambil menahan tangis di hadapan majelis hakim. Tangannya terlihat gemetar memegang telepon seluler (ponsel) yang berisi teks nota pembelaannya.

Kepada hakim, Dahlan menjelaskan kasus yang dihadapinya seperti ini banyak terjadi di Indonesia. Banyak kasus besar yang sangat jelas permainan kotornya tidak diperkarakan oleh Jaksa. Sebaliknya, kasus yang jelas-jelas sulit disebut korupsi justru diperkarakan dengan menggunakan segala cara.

Dahlan berharap, perkara seperti yang dihadapinya sekarang tidak sampai masuk ke pengadilan. Kalau sudah terlanjur di pengadilan, tidak perlu diteruskan. “Jangan sampai pengadilan ini menjadi pengadilan sesat,” ujarnya.

Sejumlah tokoh nasional  terlihat menghadiri persidangan Dahlan untuk memberikan dukungan. Beberapa di antaranya mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri, dan pakar komunikasi Universitas Indonesia Efendi Gazali. Sebelumnya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD pun ikut hadir.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...