Perkara Dana Bagi Hasil DKI Jakarta, Beda Pendapat Sri Mulyani dan BPK

Sorta Tobing
12 Mei 2020, 19:59
polemik sri mulyani dengan bpk, dana bagi hasil dki jakarta, anies baswedan, masalah utang dbh pusat ke dki jakarta
Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Ilustrasi. Persoalan dana bagi hasil DKI Jakarta menimbulkan polemik antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Agung Firman Sampurna.

(Baca: APBD-nya Terbesar, Mengapa DKI Jakarta Tak Ada Dana Lagi untuk Bansos?)

Masalah Keuangan yang Dialami DKI Jakarta

Sejak April lalu, Sri Mulyani telah meminta pemerintah daerah untuk merealokasi anggaran dalam rangka menangani pandemi Covid-19. “Saya sampaikan ke seluruh kepala daerah, bukan hanya Pak Anies. APBD masih banyak yang belum ada perubahan,” ucapnya.

Contohnya, DKI Jakarta memiliki anggaran belanja pegawai cukup tinggi, sekitar Rp 25 triiun, dan belanja barang Rp 24 triliun. "Saya tahu mereka dapat melakukan realokasi sebenarnya sambil menunggu pencairan dana bagi hasil," kata dia.

Masalah DBH ini terus berlanjut, sampai pada pekan lalu Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut DKI Jakarta tak mampu menyalurkan bantuan sosial alias bansos bagi 1,1 juta warganya. Padahal, bantuan itu cukup penting untuk membantu masyarakat yang terkena dampak Covid-19.

(Baca: Ketua Umum Apkasi: Percepat Realokasi APBD untuk Tangani Wabah Covid)

Pemerintah pusat terpaksa turun tangan untuk membantu. Gubernur Anies mengatakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun ini turun 53% terimbas pandemi corona. Nilai awalnya adalah Rp 87,95 triliun, kemudian menjadi tinggal 47 triliun.

DKI Jakarta juga diperkirakan defisit Rp 4 triliun karena kebutuhan belanjanya mencapai Rp 51 triliun. Pemprov telah melakukan sejumlah efisiensi dalam belanja pegawai. Tunjangan kinerja daerah (TKD) telah dipangkas, begitu pula dengan penghapusan tunjangan hari raya (THR).

“Kemungkinan TKD dipotong 50%, THR kemungkinan THR dan gaji ke-13 tidak dibayarkan,” ucap Asisten Kesejahteraan Rakyat DKI Jakarta Catur Laswanto. Para pejabat juga tidak menerima lagi uang transportasi. Seluruh penyesuaian ini masih dilakukan pembahasan dan akan dilakukan untuk gaji Mei 2020.

(Baca: Sri Mulyani Relokasi Anggaran Rp 27 Triliun untuk Penanganan Corona)

Salah satu penyebab DKI Jakarta kesulitan keuangan, menurut Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono, karena pemerintah pusat masih memiliki utang kepada pemprov dalam wujuh dana bagi hasil (DBH). Awalnya, dana perimbangan ini Rp 6 triliun, lalu turun Rp 5,2 triliun.

Kementerian Keuangan akhirnya menyanggupi jadi Rp 2,6 triliun. “Kalau pemerintah pusat memenuhi dana perimbangan DKI Jakarta sesuai target dan on-time, saya rasa enggak akan kesulitan (penyaluran dana bansos),” katanya.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria, Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...