Polemik Usulan Perubahan Definisi Angka Kematian Covid-19

Pingit Aria
23 September 2020, 16:38
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa melihat ventilator High Flow Nasal Cannula (HFNC) bantuan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (7/7/2020). LIPI menyerahkan bantuan satu unit ven
ANTARA FOTO/Moch Asim/hp.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa melihat ventilator High Flow Nasal Cannula (HFNC) bantuan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (7/7/2020). LIPI menyerahkan bantuan satu unit ventilator HFNC buatan Indonesia kepada pemerintah provinsi Jawa Timur yang berfungsi untuk memberikan terapi oksigen beraliran tinggi dan mencegah pasien tidak sampai gagal nafas sebagai upaya percepatan penanganan COVID-19 di Jawa Timur.

Dalam kesempatan itu, Subuh awalnya menyampaikan soal kolaborasi pusat dan daerah dalam penurunan angka penularan, penurunan angka kematian dan meningkatkan angka kesembuhan di wilayah Jawa Timur.

Khusus poin penurunan angka kematian, Subuh menyatakan perlu ada intervensi soal definisi operasional kematian pasien Covid-19.

"Penurunan angka kematian harus kita intervensi dengan membuat definisi operasional dengan benar, meninggal karena Covid-19 atau karena adanya penyakit penyerta sesuai dengan panduan dari WHO," kata dia seperti dikutip dari laman kemenkes.go.id, Senin (21/9).

Tanggapan Satgas

Satgas Penanganan Covid-19 menanggapi usulan Gubernur Khofifah Indar Parawansa agar Kementerian Kesehatan mempertegas definisi kematian pasien akibat Covid-19. Usulan itu adalah untuk memisahkan jumlah pasien meninggal komorbid dari total kematian pasien Covid-19.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menjelaskan, jika merujuk pada acuan standar World Health Organization (WHO), kematian yang terhitung adalah kematian yang diakibatkan oleh perjalanan penyakit yang sesuai pada kasus probable atau konfirmasi Covid-19. Kecuali, ada penyebab alternatif lain yang jelas tidak berhubungan dengan Covid-19 seperti kecelakaan.

"Terkait wacana definisi kematian Covid-19, pemerintah Indonesia merujuk pada acuan dari WHO. Dan itu dituangkan dalam KMK HK.01.07/MENKES/413/2020," kata Wiku saat menanggapi pertanyaan media dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan, Selasa (22/9).

Ia menjelaskan pada prinsipnya kasus kematian yang dilaporkan adalah kasus konfirmasi maupun probable Covid-19. Dan kasus probable, itu adalah suspek dengan infeksi saluran pernapasan berat, ARDS atau gangguan pernapasan berat  dengan gambaran klinis yang meyakinkan Covid-19 dan belum ada hasil laboratorium RT-PCR.

Kondisi ini juga dilakukan pada beberapa negara seperti Amerika Serikat juga menghitung kematiannya berdasarkan probable dan suspek yang dibedakan dalam kategori pencatatannya. Contoh lain, Inggris hanya memasukkan pasien yang terbukti positif Covid-19 melalui tes dalam pencatatan kematian.

Karenanya, catatan angka kematian rata-rata dunia adalah gabungan dari berbagai pencatatan yang ada di dunia, yang juga ada variasinya.

Bagaimanapun, sejauh ini pemerintah belum mengubah definisi angka kematian akibat Covid-19. "Pada saat ini pemerintah Indonesia belum ada wacana untuk melakukan perubahan seperti yang diusulkan Gubernur Jawa Timur," kata Wiku.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...