Upaya Menggulirkan UU Cipta Kerja ke Hadapan Hakim Konstitusi

Rizky Alika
16 Oktober 2020, 06:00
MK, uu cipta kerja, omnibus law
123RF.com/Alexander Sikov
Serikat pekerja siap mengajukan judicial review UU Cipta Kerja usai menolak terlibat dalam penyusunan RPP turunan aturan sapu jagat tersebut.

Adapun Ketua Badan legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Supratman Andi Agtas beberapa hari lalu sempat menyatakan bahwa ketentuan Pasal 161 hingga 172 telah dikembalikan ke UU Ketenagakerjaan.

Sedangkan Elly mengatakan beberapa pasal yang berpotensi dibawa ke MK adalah yang memiliki substansi ambigu. Dia mencontohkan Pasal 88C ayat (4) yang mengatur formulasi upah minimum provinsi dengan frasa inflasi atau pertumbuhan ekonomi. “Takutnya ini dianggap jadi pilihan,” kata dia.

Memenuhi Syarat

Sedangkan Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan UU Cipta Kerja telah memenuhi syarat digugat. Salah satunya adalah uji formil lantaran proses perundangan yang menurutnya memerlukan waktu panjang dan partisipasi banyak pemangku kepentingan.

Dia membandingkan UU Cipta Kerja yang dibahas 9 bulan dengan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang belum juga sah meski pembahasannya memakan waktu empat tahun.

“Kalau prosesnya ternyata kacau, bisa dibatalkan MK,” kata pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera ini dalam sebuah diskusi, Kamis (15/10).

Dia juga mengatakan putusan MK masih bersifat final dan mengikat. Sebelumnya mulai muncul kekhawatiran beberapa pihak bahwa dihapusnya Pasal 59 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 2011 akan membuat putusan MK tak bertaji lagi. “Itu sudah jelas di konstitusi,” katanya merujuk pada Pasal 24C Undang-undang Dasar 1945.

Senada dengan Bivitri, MK memastikan bahwa putusannya bersifat mengikat dan final sesuai amanat UUD 1945. “MK itu peradilan tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat mengikat. Harus ditaati, dihormati, dan dilaksanakan,” kata Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK Fajar Laksono, Selasa (13/10) dikutip dari Antara.

Sedangkan Ketua MK 2003-2008 Jimly Asshiddiqie juga mengatakan putusan pengujian UU yang menyebabkan perubahan norma tidak memerlukan eksekusi. Ini berarti tanpa tindak lanjut pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), jika putusan dikabulkan maka UU otomatis berubah.

Kahar mengatakan langkah lain adalah mendorong Presiden dan legislatif mengkaji ulang aturan ini. Salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).

Meski demikian Bivitri mengatakan penerbitan Perppu akan sulit dilakukan.  “Masalahnya Presiden yang ingin UU ini,” katanya.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika, Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...