Indonesia Belum Memandang Riset Sebagai Investasi

Hanna Farah Vania
Oleh Hanna Farah Vania - Tim Riset dan Publikasi
25 November 2020, 09:41
Ilustrasi peneliti melakukan riset di laboratorium
123rf.com
Ilustrasi peneliti melakukan riset di laboratorium

Hal tersebut disampaikan Bambang pada seminar virtual “Kebijakan Pembangunan yang Inklusif dan Berkelanjutan: Strategi Pemulihan Pascapandemi” yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Agustus lalu.

Menurutnya, jangan sampai kondisi pandemi menghalangi pembangunan yang inklusif di Indonesia. Oleh karenanya ada empat upaya yang difokuskan oleh komunitas riset dan inovasi serta lembaga kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan.

“Antara lain memperkuat ekosistem inovasi, mengoptimalkan penggunaan anggaran riset, meningkatkan kemampuan adopsi teknologi dan inovasi, juga menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan,” katanya.

Upaya Pemerintah 

cakrawala
Ilustrasi Riset dan Pengembangan (123rf.com)

Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Didik Kusnaini mengungkapkan, pemerintah tengah berupaya mewujudkan penelitian yang berbasis misi. Caranya dengan memasukkan tahapan penilaian substantif dalam proses pengajuan dana penelitian.

Berdasarkan data Kemenkeu, alokasi anggaran riset pada Pagu Indikatif Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) Tahun 2021 mencapai Rp 9,9 triliun. Angka tersebut merupakan akumulasi jumlah alokasi anggaran riset yang tersebar di seluruh K/L.

Nantinya, Kemenristek/BRIN juga akan dilibatkan dalam menilai kelayakan substansi penelitian untuk dicocokkan dengan Prioritas Riset Nasional (PRN). Proses ini akan diimplementasikan pada 2021.

Adapun dana penelitian akan difokuskan untuk tujuh sektor prioritas pemulihan pembangunan. Terdiri dari sektor kesehatan, pendidikan, teknologi informasi (TI), infrastruktur, ketahanan pangan, perlindungan sosial, dan pariwisata.

“Upaya ini agar tidak lagi ada tumpang tindih substansi penelitian dan mewujudkan alokasi pendanaan yang efisien,” katanya.

Melalui Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa, pendanaan riset juga telah dimungkinkan menggunakan skema multi years. Skema ini diharapkan mampu meminimalisir kerumitan laporan administrasi para peneliti ketika melakukan penelitian jangka panjang.

Sejak 2019, pemerintah juga telah meluncurkan Dana Abadi Penelitian senilai hampir Rp 1 triliun. Jumlahnya akan meningkat menjadi hampir Rp 9 triliun pada 2021 setelah adanya penambahan komitmen anggaran dari APBN.  

Namun, hingga kini belum ada penetapan mekanisme penyaluran dana dan lembaga pengelolanya. Alhasil belum dapat digunakan untuk mendukung penelitian. “Saat ini masih proses penyusunan regulasi,” ujar Didik.

Selain itu, pemerintah telah mendorong peran swasta dalam penelitian melalui program super tax deduction. Skema pajak ini memungkinan pengurangan penghasilan bruto maksimal 300 persen dari biaya yang dikeluarkan untuk penelitian. Namun, Didik mengatakan, implementasinya masih sangat minim karena pihak swasta masih berjibaku dengan pandemi.

Penguatan peran swasta dalam penelitian diharapkan bisa mengatasi persoalan yang sifatnya lebih nyata di lapangan. Dengan begitu riset dan pengembangan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kemajuan negara.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...