MK Koreksi Pasal Impunitas UU Covid-19, Kebijakan Pandemi Bisa Diaudit

Image title
29 Oktober 2021, 17:49
Petugas kesehatan bersiap melakukan tes usap Antigen COVID-19 secara acak, di Pasar Dasan Agung, Mataram, NTB, Senin (8/2/2021). Tim Satgas COVID-19 Kota Mataram menyiapkan sekitar 1.100 reagen untuk kegiatan swab test (tes usap) Antigen COVID-19 terhadap
ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/hp.
Petugas kesehatan bersiap melakukan tes usap Antigen COVID-19 secara acak, di Pasar Dasan Agung, Mataram, NTB, Senin (8/2/2021). Tim Satgas COVID-19 Kota Mataram menyiapkan sekitar 1.100 reagen untuk kegiatan swab test (tes usap) Antigen COVID-19 terhadap masyarakat secara masal dengan pengambilan sampel acak baik di perkantoran maupun fasilitas publik sebagai upaya pencegahan penyebaran COVID-19 melalui praktik 3T (tracing, testing, treatment).

Selain itu, MK juga menetapkan masa berlaku UU Covid-19  akan berakhir pada 2022. Regulasi tersebut dapat diperpanjang oleh Presiden jika pandemi dinilai belum berakhir.

Pasal 27 ayat 1 UU Covid-19 menyebut biaya penanganan Covid-19 merupakan bagian dari biaya ekonomi dan bukan kerugian negara. Kemudian dalam ayat 2 disampaikan bahwa kebijakan fiskal dan moneter tidak dapat dituntut baik secara pidana maupun perdata, jika melaksanakan tugas berdasarkan itikad baik dan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Hakim konstitusi Saldi Isra menilai frasa ‘kerugian negara’ tidak bisa dilepaskan dari UU No.20 Tahun 2021 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). UU tersebut mengatur syarat esensial tipikor harus memenuhi unsur “merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.

“Dalam perspektif Pasal 27 ayat (1) Lampiran UU Covid-19, apabila dicermati dengan saksama tidak ditemukan adanya unsur kerugian negara,” ujarnya, Kamis (28/10).

Lebih lanjut, Saldi menyebut secara a contrario (penafsiran hukum secara berlawanan), meskipun penggunaan biaya untuk penanganan pandemi Covid-19 dilakukan tanpa itikad baik dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka pelaku penyalahgunaan kewenangan dimaksud tidak dapat dilakukan tuntutan pidana.

“Sebab, hal tersebut telah terkunci dengan adanya frasa ‘bukan merupakan kerugian negara’ sebagaimana termaktub dalam norma Pasal 27 ayat (1) Lampiran UU Covid-19,” ujar Saldi.

Halaman:
Reporter: Nuhansa Mikrefin
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...