Peran 7 Perwira Polri Tersangka Halangi Penyidikan Kematian Brigadir J

Aryo Widhy Wicaksono
2 September 2022, 17:45
Tersangka Irjen Ferdy Sambo (kiri) bersama Istrinya tersangka Putri Candrawathi (kanan) keluar dari rumah dinasnya yang menjadi TKP pembunuhan Brigadir J di Jalan Duren Tiga Barat, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, Selasa (30/8/2022).
ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/YU
Tersangka Irjen Ferdy Sambo (kiri) bersama Istrinya tersangka Putri Candrawathi (kanan) keluar dari rumah dinasnya yang menjadi TKP pembunuhan Brigadir J di Jalan Duren Tiga Barat, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, Selasa (30/8/2022).

Dalam proses pengusutan dugaan menghalang-halangi proses penyidikan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Polri telah menetapkan tujuh tersangka. Salah satunya adalah Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo, sementara nama lainnya merupakan bawahannya saat masih menjabat sebagai Kepala Biro Profesi dan Pengamanan Polri.

1. Brigadir Jenderal Polisi Hendra Kurniawan.

2. Komisaris Besar Polisi Agus Nurpatria.

3. AKBP Arif Rahman Arifin.

4. Komisaris Polisi Baiqul Wibowo.

5. Komisaris Polisi Chuk Putranto

6. Ajun Komisaris Polisi Irfan Widyanto.

Selain nama tersebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, sebelumnya menyatakan sudah memeriksa 97 personel, yang diduga terlibat pelanggaran etik, hingga menghalangi penegakan hukum kasus pembunuhan Brigadir Yosua.

Dari jumlah itu, 35 orang diduga melakukan pelanggaran kode etik, dan 18 di antaranya menjalani kurungan dalam penempatan khusus.

Jenderal bintang dua itu menjelaskan, keenam tersangka itu berperan dalam merusak barang bukti berupa ponsel, CCTV, dan menambahkan barang bukti di tempat kejadian perkara.

Lalu apa peran dari para tersangka?

  • Irjen Ferdy Sambo

Ferdy Sambo diduga menjadi otak yang merancang pembunuhan Brigadir Yosua, dan membuat skenario rekayasa untuk menutupinya.

Berdasarkan keterangan Kapolri saat menetapkannya sebagai tersangka, Sambo menembakkan pistol milik Brigadir Yosua ke dinding rumah dinasnya untuk mendukung skenario yang dibuatnya, bahwa korban tewas setelah terlibat aksi saling tembak dengan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.

Tak hanya itu, Sambo juga diduga memerintahkan jajarannya untuk mengamankan rekaman kamera pengawas atau CCTV (Close Circuit Television) di sekitar rumah dinasnya.

  • Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan dan Komisaris Besar Polisi Agus Nurpatria.

Saat masih menjabat sebagai Kepala Biro Pemanganan Internal Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Brigjen Hendra secara jabatan berada persis di bawah Sambo.

Awalnya, namanya turut terseret kasus ini setelah melarang pihak keluarga untuk membuka peti jenazah Brigadir Yosua saat di Jambi.

Akan tetapi, dalam proses pemeriksaan selanjutnya, Hendra diduga turut serta berupaya menghalangi proses penyidikan kematian Brigadir Yosua, dengan memerintahkan mengamankan rekaman CCTV.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Asep Edi Suhari menjelaskan, bahwa terdapat lima klaster atau kelompok peran dalam kasus ini.

Menurutnya, Hendra termasuk ke dalam klaster empat dalam pemindahan alat bukti CCTV, yaitu mereka yang berperan untuk menyuruh melakukan, baik memindahkan atau perbuatan lainnya.

Sementara Komisaris Besar Agus, yang saat itu masih menjabat sebagai Kaden A Biro Pengamanan Internal Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, diduga menerima perintah dari Hendra untuk mengamankan rekaman CCTV.

  • AKBP Arif Rahman Arifin, Komisaris Polisi Baiqul Wibowo, dan Komisaris Polisi Chuk Putranto.

Ketiga personel Polri ini semuanya merupakan eks bawahan Ferdy Sambo, saat masih memimppin Biro Profesi dan Pengamanan.

AKBP Arif merupakan Wakil Kaden B Biro Pengamanan Internal Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Sedangkan Kompol Baiqul PS Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri, dan Kompol Chuk PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri.

Menurut Asep, ketiga nama tersebut masuk ke dalam klaster ketiga. Mereka diduga memindahkan transmisi, menyimpan, dan merusak rekaman CCTV.

Seluruh enam tersangka kasus ini disangkakan melanggar Pasal 32 dan Pasal 33 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selain itu, Pasal 221, dan Pasal 223 KUHP, juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

Mengacu pada pasal-pasal tersebut, para tersangka terancam mendapatkan hukuman maksimal pidana 10 tahun penjara, dan/atau denda paling banyak Rp 10 miliar jika terbukti bersalah.

Reporter: Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...