Kasus Covid-19 di Cina Mengganas, Apa Penyebabnya?

Ameidyo Daud Nasution
23 Desember 2022, 20:35
cina, covid-19, virus corona
ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie/hp.
Massa memadati tempat tes PCR di pinggir jalan di Distrik Chaoyang, Kota Beijing, China, Sabtu (3/12) sore, hingga menimbulkan antrean panjang.

Pemerintah juga dianggap tak mampu mengomunikasikan strategi saat hidup kembali normal kepada masyarakat. Sebaliknya, Cina lebih sibuk dengan lockdown dan tes kepada penduduk ketimbang memperkuat sistem kesehatan. 

"Tidak ada waktu transisi bagi sistem medis untuk mempersiapkan ini," kata ahli wabah dari University of California, Los Angeles (UCLA) Prof. Zuofeng Zhang dikutip dari Reuters.

Efektivitas Vaksin Lokal

Cina merupakan negara yang mengandalkan vaksin buatan mereka sendiri meski tak begitu efektif melawan Covid-19. Mereka juga menolak vaksin berbasis mRNA yang diproduksi negara-negara barat.

Kondisi ini diperparah dengan masih sedikitnya lansia yang mendapatkan vaksin penguat alias booster. Saat ini baru 42,3% penduduk berusia 80 tahun ke atas yang mendapatkan suntikan ketiga.

"Pemerintah China bersikeras untuk mengembangkan vaksinnya sendiri, yang menyebabkan penundaan waktu dan mematikan," tulis Ketua Kesehatan Masyarakat global di University of Edinburgh, Prof. Devi Sridhar dalam tulisan di The Guardian, Rabu (21/12).

Akibat lamanya proses pengembangan vaksin, Cina tertinggal dalam hal memberikan vaksin kepada seluruh penduduknya. Sementara, banyak negara menyelesaikan vaksinasi primer pada 2021 dan booster pada 2022.

Tes Kendor

Salah satu faktor lainnya adalah melemahnya tes usai pelonggaran aktivitas. Ini mengakibatkan pasien positif yang tak bergejala masih berkeliaran.

Padahal sebelumnya, Pemerintah Cina menyediakan banyak lokasi tes di sudut jalan yang berada di perkotaan. Namun saat ini fasilitas tersebut sudah dihentikan sejalan dengan pelonggaran.

Tak hanya itu, kewajiban hasil tes PCR negatif juga sudah ditiadakan saat memasuki fasilitas umum. "Bahkan tes PCR di rumah sakit tidak dilakukan," kata epidemiolog dari Hong Kong University Prof. Ben Crowling dikutip dari ABC.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...