Pro dan Kontra Penghapusan Alokasi Wajib Anggaran di RUU Kesehatan

Andi M. Arief
22 Juni 2023, 16:31
ruu kesehatan, mandatory spending, dpr, menkes, anggaran
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (kedua kiri) didampingi jajarannya menyampaikan paparan dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/3/2023).

Penghapusan mandatory spending ini merupakan usulan pemerintah. usulan tersebut disetujui setelah melalui voting di tingkat Panitia Kerja (Panja) Komisi IX. 

"Usulan pemerintah lebih diterima anggota Panja," kata Wakil Ketua Komisi IX Nihayatul Wafiroh pada konferensi pers di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (8/6) dikutip dari Antara

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut merupakan salah seorang penolak dihapuskannya mandatory spending. Namun ia kalah suara sehingga poin alokasi wajib tetap dihapus.

Kontra Penghapusan Mandatory Spending

Fraksi PKS dan Demokrat menolak mandatory spending dihapus dalam RUU Kesehatan. PKS bahkan menyampaikan penolakan tersebut dalam Rapat Paripurna, Selasa (20/6).

Anggota Komisi Kesehatan dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani meminta pemerintah menjadikan alokasi anggaran wajib untuk kesehatan menjadi ruh RUU Kesehatan. Menurutnya, alokasi ini diperlukan sebagai jaminan dan kepastian bagi masyarakat bahwa negara hadir untuk menjamin kesehatan nasional.

"Melalui sidang terhormat ini, saya ingin mengingatkan bahwa kesehatan adalah amanat konstitusi yang tidak dapat dibantah, harus kita wujudkan," kata Netty dalam Sidang Paripurna, Selasa (20/6).

Anggota Komisi IX Fraksi Partai Demokrat Aliyah Mustika Ilham mengatakan penghapusan alokasi wajib membuat RUU Kesehatan terlalu berorientasi pada investasi dan bisnis.

Sedangkan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Muhammad Adib Khumaidi mengatakan mandatory spending penting untuk menangani pandemi di tingkat daerah. Menurutnya, peran pemda menjadi penting dalam penanganan pandemi.

Dalam kasus Covid-19, Adib memprediksi kasus akan bertambah setelah memasuki masa endemi saat ini. Oleh karena itu, Adib menyatakan penanganan pandemi bukan tanggung jawab pemerintah pusat saja.

"Pemda harus mengupayakan akses untuk masyarakat terjaga, seperti pelayanan kesehatan, obat, dan vaksin," kata Adib dalam konferensi pers pada Kamis (22/6).

Sedangkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) malah meminta alokasi wajib kesehatan dinaikkan hingga 20 persen. Mereka mengatakan tambahan rasio diperlukan untuk menanggulangi masalah kesehatan anak, khususnya yang berkebutuhan khusus. 

"Kendala penanganan kesehatan masih jauh. Butuh mandatory spending bagi keuangan afirmatif," kata Komisioner KPAI Kawiyan.

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...