DPR Sebut Penghapusan Alokasi Wajib di RUU Kesehatan Usulan Pemerintah
Melkiades mengatakan pasal alokasi wajib membahayakan moral pemerintah daerah. Ia menjelaskan alokasi wajib membuat pemerintah daerah lebih fokus pada pemenuhan besaran anggaran kesehatan dibandingkan indikator kinerja.
Alhasil, capaian pembangunan kesehatan tidak jelas dan tidak bersinergi dengan pemerintah tingkat lain. "Lebih baik mematok sasaran yang akan dicapai dengan memperkuat perencanaan program berbasis kinerja," kata Melkiades kepada Katadata.co.id.
Melkiades mengatakan sasaran tersebut dapat ditentukan dengan membentuk indikator kesehatan dalam jangka menengah. Dengan demikian, pembangunan bidang kesehatan dinilai dapat lebih tepat sasaran dan terukur.
Makanya DPR mengabulkan usulan pasal tentang Rencana Induk Bidang Kesehatan atau RIBK. Melkiades berpendapat pasal tersebut dapat menjadi acuan pembuatan perencanaan program kesehatan secara holistik.
Sedangkan Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril belum merespons pertanyaan Katadata.co.id mengenai penghapusan mandatory spending. Namun, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin beberapa hari lalu mengatakan penghapusan ini tidak akan menghilangkan jaminan kesehatan oleh negara ke masyarakat.
Budi menilai pengaturan pembuatan program kesehatan lebih penting dibandingkan mematok kegiatan berdasarkan mandatory spending. Pasalnya, implementasi penganggaran wajib yang diatur UU Kesehatan tidak efektif dan cenderung tidak dibelanjakan untuk kebutuhan kesehatan
"Kalau programnya tidak dibuat, tidak dipersiapkan rencana belanjanya, akibatnya dana itu disalurkan untuk hal-hal yang tidak produktif," kata Budi di Istana Wakil Presiden, Selasa (20/6).