Memahami Kecurangan Terstruktur, Sistematis, dan Masif dalam Pemilu
3. Alat Bukti Petunjuk
Alat bukti petunjuk, adalah merupakan bukti adanya perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan pelanggaran itu sendiri, menandakan telah terjadi pelanggaran administrasi terstruktur, sistematif dan masif.
4. Alat Bukti Elektronik
Alat bukti dokumen elektronik, adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya.
Setiap alat bukti elektrobnik yang dimaksud ini, dapat dilihat, ditampilkan, atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya. Kemudian, berupa huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi, yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
5. Keterangan Perlapor atau Terlapor
Bukti keterangan pelapor dan terlapor disampaikan secara langsung atau melalui kuasa yang ditunjuk. Penyampaiannya dilakukan dalam sidang pemeriksaan laporan Pelanggaran Administratif Pemilu atau Pelanggaran Administratif Pemilu Terstruktur, Sistematis dan Masif.
6. Keterangan Ahli
Keterangan ahli dalam dugaan adanya pelanggaran TSM, adalah merupakan keterangan yang disampaikan oleh seseorang sesuai dengan kompetensi dan keahliannya dalam sidang pemeriksaan.
Syarat Pemungutan Suara Diulang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum atau UU Pemilu, pemungutan suara dapat dilakukan ulang jika terjadi bencana alam, atau adanya kerusuhan yang menghambat proses pemungutan suara.
"Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi bencana alam dan/atau kerusuhan, yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan," tulis Pasal 372 ayat (1) UU Pemilu.
Selain bencana dan kerusuhan, proses pemungutan suara dalam Pemilu juga dapat diulang apabila ditemukan adanya praktik-praktik kecurangan dalam proses yang sudah dilakukan.
Hal ini diatur dalam Pasal 372 ayat (2) UU Pemilu, yang memerinci beberapa bentuk kecurangan atau keadaan yang membuat proses pemungutan suara harus diulang. Bentuk kecurangan yang dimaksud, antara lain:
- Pembukaan kotak dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meminta pemilih memberikan tanda khusus, menandatangani, atau menuliskan nama atau alamat, pada surat suara yang sudah digunakan.
- Petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah, dan/atau.
- Pemilih yang tidak memiliki kartu tanda penduduk elektronik dan tidak terdaftar di daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan.
Adapun, berdasarkan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 membagi pelaksanaan pemungutan suara ulang menjadi dua kategori, yakni berdasarkan rekomendasi Pengawas Pemilu yang kemudian diputuskan oleh KPU Kabupaten/Kota dan pemungutan suara ulang pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), berdasarkan putusan MK.
1. Berdasarkan Keputusan KPU
Pelaksanaan pemungutan suara ulang berdasarkan keputusan KPU dilakukan paling lama 10 hari setelah pemungutan suara. Untuk data pemilih sendiri, tidak dilakukan pemutakhiran data.
Pemilih yang karena keadaan tertentu, dapat menggunakan hak pilih di TPS lain yang juga melaksanakan pemungutan suara ulang. Keadaan tertentu yang dimaksud, antara lain tengah menjalankan tugas di tempat lain saat pemungutan suara, rawat inap di RS atau puskesmas, penyandang disabilitas dipanti sosial/rehabilitasi.
Kemudian, pemilih yang sedang menjalani rehabilitasi narkoba, menjadi tahanan, tugas belajar, pindah domisili, tertimpa bencana alam dan bekerja di luar domisilinya.
Untuk logistik surat suara, ditetapkan masing-masing pemilihan sebanyak 1.000 setiap kabupaten untuk Pilpres, atau setiap Dapil untuk pemilihan anggota legislatif, baik DPR, DPD, maupun DPRD.
Hasilnya pemungutan suara ulang berdasarkan keputusan KPU ini, tidak dijelaskan lebih lanjut. Namun, hanya disebut prosesnya mutatis mutandis dengan pemungutan suara.
2. Berdasarkan Putusan MK
Pemungutan suara ulang yang dilakukan pasca putusan MK, dilakukan dengan tidak memutakhirkan data pemilih. Meski demikian, panitia pemungutan suara (PPS) membubuhkan catatan terhadap pemilih yang meninggal dunia, perubahan status menjadi TNI/Polri, dan pindah domisili.
Hasil pemungutan suara ulang yang dilakukan pasca putusan MK, ditetapkan oleh Keputusan KPU, yang kemudian disampaikan kepada MK dan Bawaslu.