Importir Bawang Putih Kesulitan Jalankan Aturan Wajib Tanam

Michael Reily
25 April 2018, 18:02
Bawang putih
ANTARA FOTO/R. Rekotomo
Harga bawang putih mulai berangsur turun di pasar seiring dengan masuknya bawang impor.

Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia (APBI)  mengaku kesulitan menjalankan aturan wajib tanam 5% dari kuota Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) Kementerian Pertanian. Importir mengungkapkan ada sejumlah masalah pada saat pelaksanaan seperti kelangkaan bibit, ketersediaan lahan, hingga  skema kemitraan dengan petani.

 “Kami mengimbau anggota untuk menjalankan wajib tanam tapi dalam pelaksanaannya ada beberapa kendala,” kata Ketua APBI Piko Nyoto Setiadi di Gedung Parlemen Jakarta, Rabu (25/4).

Menurutnya, pengusaha kesulitan mendapatkan bibit karena harganya mahal yakni  sekitar Rp 60 ribu sampai Rp 70 ribu per kilogram (kg).  Terlebih bibit bawang putih yang menurutnya memiliki cukup bagus seperti bibit dari Taiwan justru tak tersedia. Kebanyakan bibit bawang saat ini berasal dari India, Mesir, dan Brazil.

Masalah ketersediaan lahan juga menjadi persoalan.  Hal itu karena kegiatan penanaman bawang putih harus dilakukan dalam  ketinggian 700 meter hingga 1.200 meter di atas permukaan laut dsan beriklim dingin. Namun jumlah lahannya terbatas.

Terakhir, kemitraan dengan petani belum bisa dijalankan. Pasalnya, banyak  petani masih memilih komoditas lain yang lebih menguntungkan untuk ditanam. “Kami minta diberikan arahan oleh Kementerian Pertanian,” ujar Piko.

Aturan wajib tanam tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2017. Para importir diharuskan untuk menanam bawang putih paling lambat pada Juni mendatang.  Namun melihat masih banyaknya persoalan dalam penerapan wajib tanam,  importir pun meminta perpanjangan waktu untuk persiapan sampai Desember 2018.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Suwandi menjelaskan  telah mengeluarkan Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH)sebanyak 539.164 ton untuk 50 perusahaan. Namun, realisasi wajib tanam pada 2018 hanya sebanyak 88 hektare. Sehingga  masih ada kekurangan kewajiban pengusaha yang mendapatkan RIPH seluas 4.405 hektare.

Penerbitan RIPH mengacu pada volume permohonan importir. Tahun 2017, RIPH diberikan kepada 81 importir dengan volume 1.000.193 ton dengan realisasi tanam 1.221 hektare, masih kurang 7.154 hektare.

Kondisi cuaca dan ketersediaan bibit menjadikan pihaknya mengundur batas waktu wajib tanam bawang putih hingga Oktober 2018. Sedangkan terkait masalah lahan, dia mengaku pihaknya telah melakukan pencarian lahan sesuai dengan kebutuhan. Menurutnya ada 629.620 hektare yang berpotensi dijadikan lahan tanam. 

Menurut Suwandi, semakin banyak permintaan dari pengusaha, luas kewajiban tanam tambah banyak. Sehingga, importir bisa berkontribusi terhadap peningkatan produksi. “Hal itu sejalan dengan target swasembada bawang putih pada 2021,” katanya.

(Baca : Kemendag Kembali Buka Izin Impor 100 Ribu Ton Bawang Putih)

Sementara itu, Direktur Impor, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardana menjelaskan tata niaga impor bawang putih sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 30 Tahun 2017.  Hingga saat ini baru teradapat  26 perusahaan yang mengantongi Surat Persetujuan Impor (SPI) dengan total volume impor sebesar 204 ribu ton dengan ketentuan tekah memiliki surat rekomendasi impor, memiliki  gudang, dan jaringan distribusi.

Surat persetujuan impor tahap pertama telah diberikan untuk 13 perusahaan dengan total volume sebesar 125 ribu ton. Sedangkan untuk tahap kedua,  diberikan untuk 13 importir dengan volume sekitar 79 ribu ton. Menurut Kementerian Perdagangan, kebutuhan masyarakat untuk komoditas bawang putih  dalam setahun hanya sekitar 480 ribu ton.

Terbatasnya jumlah izin yang diberikan kepada importir  bawang  bertujuan untuk menjaga harga bawang putih agar tidak merosot tajam.  Namun, penambhana izin akan diberikan sesuai kebutuhan masyarakat. “Kami tidak ingin harga jatuh seperti tahun 2017 lalu,” ujarnya.

Dia pun mengakui lonjakan harga yang tinggi sejak Februari memang disebabkan oleh keterlambatan realisasi impor oleh pengusaha. Namun, harga juga mulai bergerak turun sejalan dengan mulai masuknya bawang impor ke pasar.

Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional menunjukan harga rata-rata bawang putih per kilogram per  29 Maret 2018 terpantau  sebesar Rp 35.700 dan turun pada 25 April 2018 menjadi Rp 34.150. Pada periode yang sama, di Jakarta, harga juga mulai turun dari Rp 63.750 ke Rp 46.250 per kilo gram.

Pemerintah juga telah mematok harga bawang putih imporsebesar Rp 25 ribu per kilogram di pasar rakyat dan Rp 30 ribu per kilogram di retail modern. “Tujuannya supaya memicu para petani untuk bisa produktif kalau harganya stabil,” kata Wisnu.

(Baca Juga : Kemendag Keluarkan Izin Impor 200 Ribu Ton Bawang Putih)

Ketua Komisi Bidang Pertanian DPR Edhy Prabowo mengungkapkan bahwa masalah wajib tanam berada pada pengawasannya. Oleh karena itu, dia meminta kedua kementerian untuk bekerja sama supaya komitmen antara petani dan pengusaha bisa berjalan dengan tepat guna, antara lain melalui sinkronisasi pemberikan rekomendasi izin impor produk holtikultura dan SPI. “Kami meminta setiap pihak untuk memperbaiki tata niaga impor bawang putih,” ujar Edhy.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa pun meminta supaya pemerintah mengelola tata niaga bawang putih dengan baik. Pasalnya, para pengamat pangan dan pertanian telah mengingatkan lonjakan harga yang terjadi pada Februari lalu. Dwi juga menyebutkan bawang putih masih berpotensi menimbulkan gejolak beberapa bulan ke depan, terutama jelang Lebaran.

Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...