Praktik Predatory Pricing di Ojek Online

Dwi Hadya Jayani
26 Juni 2019, 09:18
predatory pricing ojek online, ojek online, gojek, grab, uber, perang harga, diskon tarif ojek online
ANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA
Sejumlah pengemudi ojek daring (online) menunggu penumpang di depan Stasiun Pondok Cina, Kota Depok, Jawa Barat, Selasa (11/6/2019). Kementerian Perhubungan (Kemenhub) segera mengeluarkan aturan larangan diskon pada transportasi online, termasuk ojek online.

(Baca: Survei RISED: Mayoritas Konsumen Tolak Kenaikan Tarif Ojek Online)

Haryadin mengatakan apabila perang tarif ini diteruskan, maka akan membunuh salah satu dari dua pemain yang ada saat ini. Perusahaan yang mampu bertahan adalah yang memiliki pendanaan kuat. “Persaingan transportasi online di Indonesia dalam kondisi rawan atau lampu kuning” ujarnya.

Berkaitan dengan hal tersebut, VP Corporate Affairs Gojek, Michael Say menegaskan perang tarif ini memiliki efek terhadap keberlangsungan bisnis. Aplikator yang terlalu sering memberikan diskon atau promo, akan berdampak negatif pada kinerja keuangan perusahaan.

“Ini kan sementara. Kalau diskon-diskon terus, tidak sustainable bisnisnya. Bukan kami anti diskon, tetapi kami harapkan sesuatu yang lebih sustainable,” kata Michael.

(Baca: Kemenhub Batalkan Larangan Diskon Tarif Ojol)

Upaya Mencegah Praktik Predatory Pricing

Mengutip channelnewsasia.com, Grab di Singapura menyiapkan dana sebesar US$ 2,5 miliar untuk perang promosi. Perusahaan ini tidak takut kehilangan uang besar, karena tujuannya untuk melindungi pangsa pasarnya. Competition and Consumer Commission of Singapore (CCCS) bersiap untuk mencegah adanya praktik predatory pricing sehingga tidak menghilangkan persaingan yang baru lahir.

Beberapa lama kemudian pascaakuisisi, Grab memainkan harga yang menyebabkan tarif naik dan menurunkan insentif kepada mitra pengemudi. Tindakan ini membuat Grab dikenakan denda sebesar Rp 140 miliar oleh CCCS.

Di Indonesia saat mengendus terjadinya kembali praktik tarif predator, Kemenhub mewacanakan adanya regulasi tentang pemberian diskon atau promo bagi transportasi online. Diskon besar-besaran itu dinilai merusak harga pasar dan menekan bisnis pesaingnya sesama penyedia layanan transportasi online, bahkan jasa transportasi konvensional.

(Baca: Kemenhub Gandeng KPPU dan BI Kaji Aturan Diskon Tarif Ojek Online)

Meski begitu, Kemenhub membatalkan larangan penerapan diskon atau tarif promo yang telah diwacanakan. Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi menjelaskan bahwa permasalahan tarif diskon ini diserahkan ke KPPU. Budi mengatakan aplikator boleh menerapkan promo atau diskon tarif ojek online dengan syarat. Syaratnya, tidak boleh melanggar ketentuan tarif batas atas dan bawah yang telah diatur pemerintah.

Sebagai ekonom, Haryandi menyarankan KPPU mengawasi lebih ketat persaingan dua perusahaan besar transportasi online ini. Sementara Ketua KPPU Kurnia Toha mengaku telah melakukan penelitian terkait praktik persaingan harga di transportasi online. Dia juga telah meminta Divisi Penegakan Hukum KPPU memantau dan menindaklanjuti perang tarif dan potensi monopoli yang akan terjadi.

“Selama ini, pengertian diskon itu jor-jor-an. Jadi kemudian potensinya adalah predatory pricing, bukan lagi marketing,” kata Kurnia di Kemenhub, Jakarta (11/6).

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...