Susi Pudjiastuti Minta Protokol di Bandara Terpencil Lebih Longgar
"Saya mengerti kompleksitas Soekarno-Hatta, sehingga perlu protokol ketat, dan itu sangat bagus karena mampu memproteksi bandara lapis kedua. Tapi, mestinya kan dari lapis kedua ke lapis ketiga perlakuannya berbeda, tidak bisa disamakan dengan protokol Soekarno-Hatta," ujarnya.
Perbedaan protokol ini perlu dilakukan agar, program pemerintah di daerah, serta kegiatan bisnis di daerah bisa terus berjalan. Proteksi harusnya berdasarkan risiko yang bisa diukur, khusus untuk secondary airport dan remote airport.
Perlakuan yang berbeda ini akan menjamin kegiatan ekonomi di daerah terpencil tidak ikut terhenti, dan maskapai yang melayani penerbangan ke daerah tersebut tidak ikut kesulitan.
Hal ini menurutnya penting, karena akan memberikan kepastian, dan kemudian akan diikuti dengan pulihnya rasa percaya para pengguna jasa penerbangan terhadap pemerintah.
Namun, jika antar instansi selalu ada perbedaan pendapat, diiringi dengan perubahan kebijakan, maka recovery industri penerbangan akan sulit dicapai dalam tempo singkat.
Penerbangan Indonesia juga membutuhkan guideline dari pemerintah, untuk memulihkan kepercayaan pasar. Saat ini, maskapai yang melayani remote area masih bingung, apakah harus terus, atau shutdown seluruh operasi.
"Soal insentif atau rencana soal normal baru dan lain-lain itu kebutuhannya berapa bisa kami hitung, tapi saat ini kami membutuhkan guideline yang jelas," kata Susi.
(Baca: Tertekan Corona, Maskapai Milik Susi Pudjiastuti Pangkas Gaji Karyawan)