Eiger vs YouTuber, Pelajaran Berharga Brand Hadapi Konsumen

Happy Fajrian
29 Januari 2021, 19:50
eiger, youtuber, youtube, brand,
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww.
Ilustrasi produk kegiatan luar ruang (outdoor).
Surat Eiger
Surat Keberatan dan Permintaan Maaf Eiger (Twitter @duniadian, @eigeradventure).

Yuswohady menilai langkah CEO Eiger Ronny Lukito meminta maaf, sudah tepat. Dia yakin peristiwa ini tidak akan terlalu melukai brand image Eiger dalam jangka panjang. Langkah Eiger yang tak sengaja ini kemungkinan akan hilang dengan sendirinya dalam waktu dekat seiring menghilangnya pemberitaan dan percakapan mengenai itu.

“Kecuali Eiger mengulangi langkah yang sama secara terus menerus dengan sistematis sehingga memunculkan persepsi perangainya Eiger ini tidak benar. Ini baru akan melukai reputasi. Minggu depan saja orang sudah melupakan masalah ini,” kata Yuswohady.

Langkah Brand Memperbaiki Image

Menurut Yuswohady, semua brand, tidak hanya Eiger, harus lebih peka dengan horizontal marketing dengan bantuan media sosial. Karena dulu di masa vertical marketing, konsumen hanya bisa komplain atau mengkritik produk atau jasa melalui surat pembaca.

“Pertama, brand tidak boleh marah ketika konsumen mengulas produknya tidak bagus. Tentu ini beda me-review secara objektif atau karena dibayar kompetitor atau ingin mendiskreditkan brand tertentu,” ujar dia.

Bila konsumen membuat ulasan secara tulus, dan memiliki kompetensi terkait produk tersebut, jika ulasannya bernada mengkritik, maka brand harus berbesar hati untuk melihat kritik tersebut sebagai masukan.

Karena brand tidak akan bisa melawan persepsi publik atau konsumen, sehingga sebisa mungkin brand harus menghindari konflik dengan konsumen.

Kedua, baiknya brand melakukan pendekatan dengan konsumen yang bermasalah secara personal, via telepon atau bertemu langsung, jangan menggunakan sesuatu yang bisa dibagikan kepada publik seperti surat elektronik (surel) yang dapat berujung viral.

Menurut dia, ini bertujuan untuk cooling down dan melokalisir konflik sehingga masalah tidak semakin meluas. “Karena kalau sudah masuk ke ranah publik itu akan liar, apalagi YouTubernya mencari simpati dan dukungan dari teman-teman dan netizen,” ujarnya.

Ketiga, brand harus membangun dan membina hubungan dengan para konsumen, influencer, YouTuber atau vlogger yang membuat ulasan terhadap produk buatannya. Sehingga ketika sudah terbentuk hubungan baik, konsumen akan segan untuk memberi komen negatif.

"Tapi karena tidak pernah dibangun dan dibina, jadi mau ngejelek-jelekin Eiger dia tidak akan merasa rugi. Ini harus dilakukan secara kontinyu, ada maupun tidak ada kasus. Harapannya, dengan adanya komunitas, suara-suara miring dapat diredam atau dinetralisir dengan dasar hubungan baik dan kedekatan,” kata Yuswohady.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...