Harga Bitcoin Anjlok ke Level Terendah Sejak Juli 2021
Harga mata uang kripto (cryptocurrency) bitcoin anjlok 13,04% dalam sepekan hingga ke bawah US$ 35 ribu atau Rp 507 juta. Penyebab utamanya adalah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed).
Berdasarkan data Coindesk, harga bitcoin turun 2% dalam 24 jam menjadi US$ 33.860 atau Rp 491 juta per koin pada perdagangan hari ini (9/5). Harganya anjlok 13% dalam seminggu dan 20,44% sebulan.
Harga bitcoin pekan lalu US$ 39.834 atau Rp 577 juta per koin. Bulan lalu harganya di atas US$ 40 ribu atau Rp 580 juta per koin.
Harga bitcoin saat ini menjadi yang terendah sejak Juli tahun lalu. Harganya pun anjlok 42,16% dari tahun ke tahun (year on year/yoy).
"Ini karena ketakutan yang ekstrem mencengkeram para pedagang setelah kenaikan suku bunga terbesar The Fed," demikian dikutip dari Forbes, Minggu (8/5).
The Fed telah menaikkan suku bunga 50 basis poin (bps) ke kisaran 0,75-1% pada pekan lalu (5/5). Bank sentral AS ini diperkirakan menaikkan lagi suku bunga karena inflasi di negara itu menyentuh level tertinggi dalam 40 tahun.
Chief executive of decentralized exchange protocol injective developer di Injective Labs Eric Chen mengatakan, kebijakan The Fed selalu menandakan ketidakpastian dan volatilitas. Saat The Fed menaikan suku bunga, imbal hasil obligasi melonjak.
Imbal hasil yang lebih tinggi pada aset berisiko rendah seperti obligasi membuat investasi spekulatif seperti kripto terlihat kurang menarik.
"Kebijakan The Fed dapat berdampak tidak hanya pada aset digital tetapi juga pasar yang luas secara keseluruhan," kata Chen.
Sedangkan Chief executive di Factor Peter Brandt memperkirakan anjloknya harga bitcoin karena kebijakan The Fed akan semakin dalam. "Kebijakan The Fed akan menghasilkan penurunan yang lebar, atau dalam hal ini pengujian keras menjadi US$ 32 ribu atau tebakan saya US$ 28 ribu," katanya.
Selain karena The Fed, pasar bitcoin akan tetap bergejolak dalam waktu dekat karena kekhawatiran perang Rusia - Ukraina dan melonjaknya harga minyak. Kondisi geopolitik ini membuat para pedagang kripto menjadi gelisah.
Bulan lalu, pejabat Amerika Serikat (AS) bahkan menargetkan sanksi bagi perusahaan pertambangan bitcoin asal Rusia BitRiver. Sanksi ini diprediksi mengancam dan melumpuhkan industri kripto yang bernilai miliaran dolar di Rusia.
"Penambangan kripto, sementara tidak ada pengganti untuk aset yang dibekukan oleh sanksi Rusia," kata kata advisor di Crowell & Moring Anand Sithian dikutip dari CNBC Internasional, bulan lalu (29/4).
Di sisi lain, Rusia merupakan rumah bagi pasar kripto yang besar. Kremlin memperkirakan bahwa orang Rusia yang memiliki aset digital sekitar US$ 124 miliar atau Rp 1.799 triliun.