OJK Terbitkan Peta Jalan Pinjol, Dorong UMKM dan Pelindungan Konsumen
Peluncuran Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI/fintech P2P lending) atau Peta Jalan Pinjaman Online (Pinjol) 2023-2028 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membawa angin segar.
Pasalnya, ini merupakan upaya OJK untuk mewujudkan industri fintech peer to peer (P2P) lending yang sehat, berintegritas, berorientasi pada inklusi keuangan dan pelindungan konsumen.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengungkapkan industri fintech lending P2P dari sisi kinerja dan pertumbuhan pembiayaan menunjukkan peran yang besar di masyarakat. Sehingga integritas kualitas pelayanan dan produk serta kontribusinya terhadap UMKM perlu ditingkatkan.
“Roadmap ini akan menjadi masa penentu bagi industri apakah akan benar-benar kuat benar-benar merespon dengan tepat kepercayaan tapi juga tanggung jawab dan ekspektasi yang begitu besar dari seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah,” kata Mahendra, dalam keterangan tertulis, Selasa (14/11).
Di sisi lain, OJK juga telah menerbitkan SE OJK Nomor 19 tahun 2023 mengenai penyelenggaraan fintech lending. Surat edaran ini antara lain mengatur mengenai manfaat ekonomi atau tingkat bunga yang ditunggu oleh masyarakat luas.
Data dari OJK menunjukkan, pada September 2023 outstanding pembiayaan yang disalurkan fintech P2P lending tumbuh sebesar 14,28 persen secara year on year (YoY), dengan nominal pembiayaan sebesar Rp55,70 triliun.
Pertumbuhan tersebut juga diikuti dengan kualitas risiko pembiayaan yang terjaga dengan tingkat wanprestasi (TWP 90) 2,82 persen.
Dari jumlah tersebut, porsi yang disalurkan kepada UMKM mencapai 36,57 persen. Penyaluran pembiayaan fintech P2P lending kepada UMKM tersebut menunjukkan besarnya potensi kebutuhan pembiayaan dari UMKM nasional.
Data OJK menunjukkan, pada Juli 2023, sektor produktif yang menerima pinjaman online terbesar adalah sektor perdagangan besar-eceran dan reparasi-perawatan kendaraan. Nilainya Rp2,89 triliun atau sekitar 39,8 persen dari total penyaluran pinjol sektor produktif.
Hal tersebut sejalan dengan laporan Google baru-baru ini yang menyebut bahwa sektor fintech lending alias pinjaman online (pinjol) menjadi sektor dengan pendapatan terbesar, yakni US$19 miliar atau 63,3 persen dari total pendapatan layanan keuangan digital di Asia Tenggara.
Pengamat Ekonomi Digital dari INDEF Nailul Huda menyambut positif hal ini. Menurutnya, pengaturan suku bunga/biaya manfaat dari pinjol merupakan langkah yang seirama untuk melindungi konsumen.
“Konsumen akan mendapatkan tawaran bunga yang jauh lebih kompetitif dari platform pinjol,” terang Nailul, kepada Katadata.co.id, Senin (13/11).
Namun begitu, kata Nailul, penawaran yang lebih kompetitif ini juga harus diimbangi dengan informasi yang sempurna ke masyarakat. Artinya, jangan sampai ada biaya-biaya tersembunyi yang menjadikan bunga pinjaman lebih besar berkali-kali lipat.
Di sisi lain, kata Nailul, pengaturan ini akan menciptakan aturan yang jelas untuk pemain fintech P2P lending yang sempat diterpa isu kartel oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
“Maka perlu ada pengaturan mengenai evaluasi penentuan suku bunga ini tiga bulan sekali dengan pemangku kepentingan seperti asosiasi pelaku usaha pinjol. Apakah memang perlu diturunkan atau justru menurunkan penyaluran dana dari investor ritel,” terangnya.
Adapun, dalam SE OJK Nomor 19 tahun 2023 yang diterbitkan pada 8 November 2023 diatur mengenai penetapan batas maksimum manfaat ekonomi dan denda keterlambatan berdasarkan jenis pendanaan sektor produktif dan sektor konsumtif yang akan diimplementasikan secara bertahap dalam jangka waktu tiga tahun (2024-2026).
Berikut adalah batas maksimum manfaat ekonomi dan denda keterlambatan yang berlaku sejak 1 Januari 2026:
Keterangan | Tahun 2024 | Tahun 2025 | Tahun 2026 dan selanjutnya |
Manfaat Ekonomi – Pendanaan Produktif | 0,1% per hari | 0,067% per hari | |
Manfaat Ekonomi - Pendanaan Konsumtif | 0,3% per hari | 0,2% per hari | 0,1% per hari |
Denda Keterlambatan - Pendanaan Produktif | 0,1% per hari | 0,067% per hari | |
Denda Keterlambatan - Pendanaan Konsumtif | 0,3% per hari | 0,2% per hari | 0,1% per hari |
Selain itu, untuk melindungi kepentingan konsumen, seluruh manfaat ekonomi dan denda keterlambatan yang dapat dikenakan tidak dapat melebihi 100 persen dari nilai pendanaan yang tercantum dalam perjanjian pendanaan.
Di dalam SE OJK tersebut juga diatur bahwa penyelenggara harus memperhatikan kemampuan membayar kembali dari penerima dana, dengan memastikan tidak menerima pendanaan lebih dari tiga penyelenggara fintech P2P lending.
Dalam hal penagihan yang dilakukan langsung oleh penyelenggara maupun oleh pihak lain yang ditunjuk, penyelenggara harus memastikan tenaga penagihan mematuhi etika. Antara lain tidak diperkenankan menggunakan cara ancaman, mengitimidasi dan merendahkan, serta dilakukan pada jam tertentu.