Pandemi Corona 'Pukul' Ekonomi RI, Startup Masih Minat ‘Bakar Uang’?

Fahmi Ahmad Burhan
19 Juni 2020, 17:24
Pandemi Corona Pukul Ekonomi RI, Startup Masih Minat ‘Bakar Uang’?
ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
Ilustrasi, karyawan menghitung uang rupiah dan dolar AS di Bank Mandiri Syariah, Jakarta, Senin (20/4/2020).

Sedangkan Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung menilai, pemangkasan gaji hingga PHK bukan hanya berpotensi dilakukan oleh startup, tapi juga perusahaan pada umumnya. Selain itu, biaya pemasaran, termasuk ‘bakar uang’, pasti dipangkas untuk mendorong efisiensi.

"Komponen terbesar (bagi) sebagian besar startup yakni man power dan pemasaran," kata dia. "Walaupun rumitnya, pemasaran ada korelasinya dengan pertumbuhan."

(Baca: Tren PHK di Startup Diprediksi Masih Berlanjut di Masa Normal Baru)

Startup penyedia layanan VoD iFlix bahkan dikabarkan tengah dalam pembicaraan untuk penjualan perusahaan, karena menghadapi krisis utang. “Perusahaan menargetkan untuk menutup kesepakatan pada akhir bulan ini,” demikian kata sumber internal iFlix kepada DealStreetAsia, dikutip dari Nikkei Asian Review, akhir pekan lalu (11/6).

Cadangan kas perusahaan disebut-sebut hanya US$ 12,7 juta. Perusahaan juga melaporkan kerugian bersih US$ 158,1 juta pada 2018. Ini terjadi karena ‘bakar uang’ atau promosi US$ 25,5 juta, sehingga liabilitas atau kewajiban bersih iFlix mencapai US$ 68,6 juta pada akhir 2018.

Nilai itu termasuk US$ 77,7 juta modal kerja negatif. Pada September 2019, perusahaan memperkirakan bahwa modal hanya cukup untuk overhead dan administrasi hingga 30 November 2019.

(Baca: Hooq Tutup Layanan, Giliran iFlix Dikabarkan Akan Dijual)

Lalu, perusahaan teknologi finansial (fintech) pembayaran OVO dan DANA dikabarkan sepakat merger untuk mengurangi biaya ‘bakar uang’. “Mereka bertujuan mengurangi ‘bakar uang’,” demikian kata sumber yang mengetahui informasi tersebut, dikutip dari Bloomberg, akhir pekan lalu (12/6).

Namun, CEO DANA Vincent Iswara enggan berkomentar banyak perihal kabar ini. "Kami tidak berkomentar terkait rumor pasar. Saat ini kami benar-benar berkonsentrasi untuk membuat produk dan layanan yang dapat membantu masyarakat Indonesia khususnya, selama pandemi," ujar dia saat konferensi pers secara virtual, Jumat (19/6).

(Baca: Startup-startup yang Panen Transaksi dan Rugi Akibat Pandemi Corona)

Pada Januari lalu, investor Gojek, Northstar Group menilai perang harga termasuk ‘bakar uang’ merupakan strategi bisnis yang tidak sehat. Alasannya, strategi hanya menghasilkan artificial demand atau permintaan yang semu.

“Itu adalah perang yang tidak sehat,” kata Co-Founder sekaligus Managing Partner Northstar Group Patrick Walujo dalam acara Indonesia Data and Economy Conference atau IDE Katadata 2020 di Grand Ballroom Kempinski, Jakarta, Januari lalu (30/1).

Patrick menilai, istilah Winner Takes It All atau pemenang mengambil semuanya tidak harus disematkan kepada pemain yang gemar ‘bakar uang’. Menurut dia, istilah itu lebih tepat untuk perusahaan rintisan yang berfokus pada inovasi dan pengembangan teknologi yang berfokus menyelesaikan persoalan masyarakat (social machine).

(Baca: Investor Gojek Sebut ‘Bakar Uang’ Adalah Perang yang Tidak Sehat)

Ia tidak sepakat jika suatu perusahaan, termasuk asing, merasa bisa membeli pasar Indonesia dengan menerapkan harga yang murah. Hal itu sama saja dengan dumping.

Namun, dia tidak heran strategi ‘bakar uang’ masih dilakukan beberapa perusahaan di Tanah Air. Sebab, peraturan terkait ekonomi digital yang relatif baru belum terlalu jelas diatur. Selain itu, penghasilan dari permintaan karena adanya promosi tidak akan menutup komitmen finansial perusahaan. 

(Baca: Gojek Klaim Sudah pada Jalur yang Tepat Untuk Mulai Mencetak Profit)

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan, Cindy Mutia Annur
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...