Hadapi Tekanan dari AS dan Tiongkok, Pendiri TikTok Pilih Mundur
Bahkan, setelah mundur, Yiming bisa jadi lebih leluasa dalam mengambil keputusan. "Menentukan apa yang menurutnya penting, sebagai lawan menjadi CEO yang perlu menangani hal-hal kecil," kata Yan.
Yiming mundur dari ByteDance setelah sembilan bulan penuh menghadapi tekanan dari AS. Aplikasi TikTok dianggap mengancam keamanan nasional AS.
Pada Agustus 2020 mantan Presiden AS Donald Trump menandatangani dua perintah eksekutif, salah satunya melarang perusahaan AS berbisnis dengan ByteDance. Trump juga mengancam akan memblokir TikTok di AS jika Bytedance tidak melepaskan kendali operasinya di sana.
Trump kemudian memberikan waktu kepada ByteDance, untuk menjual operasional TikTok di AS maksimal 45 hari terhitung sejak penandatanganan perintah eksekutif itu.
Atas desakan itu, ByteDance pun sempat berencana membentuk TikTok Global untuk operasional di AS. Perusahaan asal AS, Oracle akan mempunyai 12,5% dan Walmart 7,5% saham.
Namun, hingga batas waktu yang sudah ditentukan, bahkan hingga saat ini, pembentukan anak usaha ByteDance di AS itu belum juga dilakukan. Pengadilan AS memutuskan menunda sementara kebijakan Trump, sehingga aplikasi TikTok masih dapat diunduh dan diperbarui di App Store maupun Google Play Store.
Selain tekanan dari AS, kini ByteDance juga menghadapi tekanan dari negaranya sendiri. Pemerintah Tiongkok gencar menekan bisnis raksasa teknologi seperti Alibaba, Tencent, dan ByteDance setelah membuat aturan antimonopoli baru pada November 2020. Tekanan pemerintah ditujukan untuk mengikis praktik monopoli perusahaan teknologi.
Pemerintah Tiongkok juga menerbitkan serangkaian aturan baru penggunaan data pribadi oleh aplikasi seperti TikTok. Melalui aturan baru itu, Beijing meminta agar aplikasi membentuk badan independen serta membatasi jumlah data pribadi untuk verifikasi aplikasi.