Bos BCA Ungkap Alasan Konglomerat Rambah Startup Bisnis Sayur dan Buah
Beberapa konglomerat seperti Grup Djarum, Astra International hingga Grup Ciputra gencar memperluas ekosistem ke penyedia sayur hingga buah-buahan berbasis digital. Direktur Bank Central Asia (BCA) Santoso mengatakan, sektor ini potensial.
Ia mengatakan bahwa barang-barang elektronik dan kecantikan menjadi yang paling diminati di platform digital, seperti e-commerce sebelum ada Covid-19. Namun, tren berubah sejak ada pandemi corona.
"Sekarang saya melihat masyarakat mengandalkan platform digital untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," kata Santoso saat konferensi pers virtual, Senin (11/10). Ini membuat sejumlah konglomerat gencar menyasar sektor penyedia sayur hingga buah-buahan berbasis digital.
"Kebutuhan konsumen perusahaan mesti dipenuhi. Kami percaya ke depan ada ekosistem toko-toko yang dibangun, baik online dan offline," kata Santoso.
Beberapa riset juga menyebutkan, potensi pasar sektor ini besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor pangan tumbuh positif di tengah pandemi corona. Rinciannya sebagai berikut:
Kontribusi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan merupakan yang terbesar kedua terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yakni 14,27%.
Perusahaan konsultan strategi global L.E.K Consulting juga memperkirakan, nilai transaksi atau gross merchandise value (GMV) layanan kebutuhan pokok lewat digital US$ 5 miliar - US$ 6 miliar (Rp 70 triliun - Rp 84 triliun) pada 2025.
Sebelumnya, riset Facebook dan Bain & Company menunjukkan, 44% konsumen di Asia Tenggara berbelanja bahan pokok secara online selama pandemi corona. Kebiasaan ini diprediksi tetap menjadi tren meski memasuki normal baru (new normal) atau saat pandemi usai.
Riset YouGov di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam pada April 2020 menunjukkan, berbelanja bahan pokok melalui e-commerce atau media sosial meningkat drastis selama pandemi. Sekitar 80% dari konsumen pengguna internet berencana terus berbelanja bahan makanan secara online.
Selain itu, 77% konsumen lebih sering menyiapkan makanan di rumah ketimbang membeli ataupun makan di restoran.
Seiring potensi tersebut, sejumlah konglomerat memperluas ekosistem ke penyedia produk segar digital. Mereka di antaranya:
1. Grup Djarum
Grup Djarum memperluas ekosistem melalui Blibl. E-commerce ini berinvestasi di perusahaan ritel modern Ranch Market.
Blibli mengakuisisi 51% saham Ranch Market, dengan nilai transaksi pengambilalihan Rp 2,03 triliun. Co-Founder sekaligus CEO Blibli.com Kusumo Martanto mengatakan, perusahaan ingin mempercepat dan memperkuat solusi omni-channel lewat investasi ini.
"Untuk mengembangkan pilihan layanan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dengan memberikan pengalaman ritel yang lengkap, terbaik secara online dan offline kepada pelanggan,” ujarnya dalam siaran pers, awal bulan ini (2/10).
Selain Blibli, Grup Djarum masuk ekosistem penyedia produk segar secara tidak langsung melalui Gojek. Grup Djarum menjadi salah satu investor Gojek sejak 2018.
Gojek memimpin putaran pendanaan seri A startup social commerce Segari melalui GoVentures bulan lalu. Nilai investasinya US$ 16 juta atau Rp 226,8 miliar.
Segari menawarkan layanan penyederhanaan rantai distribusi kebutuhan pokok melalui skema bisnis social commerce. Startup yang berdiri tahun lalu itu menjaring mitra petani dari Jawa dan Sumatera.
Perusahaan rintisan itu memanfaatkan desentralisasi gudang dalam menyediakan layanan.
Pengguna bisa mengakses berbagai produk, seperti kebutuhan pokok, sayur, buah, daging melalui platform. Segari mengklaim, produk-produk ini bisa tersalurkan dari petani ke konsumen dalam waktu 15 jam
2. Astra International
Grup ini juga merambah pasar penyedia produk segar melalui investasi di startup penyedia produk segar Sayurbox. Investasi ini US$ 5 juta atau sekitar Rp 72 miliar.
Sayurbox merupakan e-commerce grocery farm-to-table. Hasil panen dari petani dipasarkan melalui Sayurbox, dan dikategorisasi berdasarkan kualitasnya seperti imperfect product, grade a, b, dan c.
3. Grup Ciputra
Grup Ciputra juga menggelontorkan US$ 500 ribu atau setara Rp 7,12 miliar kepada Sayurbox. Investasi ini melalui emiten teknologi, Metrodata Electronics.
Kedua perusahaan menandatangani perjanjian investasi yang di dalamnya disebutkan bahwa perusahaan akan memperoleh saham di Sayurbox dalam kurun waktu tertentu. Jumlah dan persentase saham akan didasarkan pada formula perhitungan yang diatur dalam perjanjian investasi tersebut.
4. Triputra Group dan Multi Persada Nusantara
Triputra Group dan Multi Persada Nusantara terlibat dalam putaran pendanaan startup penyedia produk segar Kedai Sayur US$ 4 juta atau Rp 57 miliar sejak 2019.
Kedai Sayur menawarkan solusi inklusi teknologi bagi tukang sayur. Perusahaan mendesain model bisnis tukang sayur dan mengakomodasi ekosistem petani sayur.
5. Telkom
Telkom, melalui perusahaan modal ventura MDI Ventures memimpin pendanaan ke startup pertanian TaniHub Group US$ 65,5 juta atau sekitar Rp 942 miliar pada Mei. Direktur Portfolio MDI Ventures Sandhy Widyasthana menilai, TaniHub Group berperan besar di bidang pertanian.
“Kami berharap investasi ini membantu TaniHub Group melanjutkan program dan memperluas cakupan kepada lebih banyak komunitas petani di Indonesia,” katanya dalam siaran pers, Mei (21/5).
Ia juga menegaskan bahwa MDI, di bawah Telkom dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), akan terus berinvestasi ke startup teknologi yang berperan besar di berbagai sektor berpengaruh bagi masyarakat.
6. Grup Lippo
Grab menjalin aliansi usaha dengan gerai ritel milik Grup Lippo, Matahari Putra Prima Tbk (MPPA). Kerja sama ini untuk memperluas bisnis omni-channel Matahari.
Melalui kolaborasi itu, Matahari bisa membuat toko virtual Hypermart, Foodmart, Primo dan Hyfresh pada fitur GrabMart. Dengan begitu, konsumen Grab dapat berbelanja bahan pokok, produk segar hingga kebutuhan rumah tangga dalam satu aplikasi.