Startup Pertanian dan Perikanan Bersaing Rebut Perhatian Investor

Desy Setyowati
4 November 2020, 17:00
Persaingan Startup Pertanian dan Perikanan yang Mulai Menarik Investor
123RF.com/Sergey Nivens
Ilustrasi

Sejumlah investor menilai peluang startup sektor pertanian dan perikanan (agritech) untuk tumbuh sangat besar. Jumlah pemain dan adopsi teknologi di bidang ini pun diramal masif, terlebih saat pandemi corona.

Founding Partner AC Ventures Pandu Sjahrir mengungkapkan dua tren di sektor agritech. Pertama, banyaknya lulusan universitas terbaik di luar negeri yang masuk ke bidang ini. Kedua, adopsi teknologi di sektor perikanan Indonesia mulai masif.

Advertisement

“Suatu hari nanti, Anda akan tahu ikan yang disantap saat makan malam berasal dari nelayan mana. Sejarah kepuasan pelanggan ini bakal menjadi insentif bagi nelayan atau Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk konsisten menjual produk,” kata Pandu dalam webinar Regional Summit yang diadakan Katadata bertajuk 'Strategi Mempercepat Pemulihan Ekonomi dari Krisis', Selasa (2/11).

Pertanian modern seperti itu sudah terjadi di Tiongkok. Di Negeri Panda, sektor ini dihiasi teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (artificial inteligence/AI), jaringan internet generasi kelima (5G), pesawat tanpa awak (drone) hingga e-commerce khusus pangan.

Di Indonesia, “(perubahan) ini akan terjadi lebih cepat dari yang Anda pikirkan. Ini sedang dilakukan (oleh sejumlah startup Tanah Air),” kata Pandu.

Berdasarkan laporan CompassList berjudul ‘Indonesia Agritech Report 2020’, ada empat jenis startup pertanian dan perikanan di Nusantara yakni pembiayaan, pengembangan teknologi, e-commerce, edukasi dan pendampingan.

Di bidang pembiayaan, setidaknya ada lima tekologi finansial (fintech) yang memberikan kredit kepada petani yakni iGrow, TaniFund, Crowde, Vestifarm, dan Tanijoy. Berdasarkan situs resmi iGrow, total pendanaan yang disalurkan mencapai Rp 251,7 miliar. Pinjaman yang masih berjalan atau oustanding Rp 139 miliar.

iGrow mengidentifikasi tanaman yang paling dibutuhkan di pasar, stabilitas harga dan karakteristiknya. Kemudian menghubungkan petani dan pemilik lahan yang bisa digunakan, serta membuka akses pembiayaan. Saat ini, perusahaan mempekerjakan 7.500 lebih petani di 2500 hektare.

Sedangkan Crowde menawarkan pinjaman modal bagi petani dengan skema setor hasil panen. Komoditas yang disasar seperti padi, jagung dan cabai.

Besaran setorannya berbeda-beda untuk setiap komoditas. Cabai misalnya, petani yang membudidayakan lahan minimal 2.500 meter persegi menyetorkan hasil panen 1,75 ton. Sedangkan petani padi dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10 ribu meter persegi, hasil panen yang disetor 5,7 ton.

Berdasarkan situs resminya, perusahaan telah menyalurkan pinjaman Rp 132 miliar kepada 18 ribu petani. Sedangkan jumlah pemodalnya 62 ribu lebih.

Lalu Vestifarm menyediakan pembiayaan dengan skema patungan. Dana yang terkumpul Rp 41,94 miliar untuk proyek seperti penggemukan sapi potong, udang vannamei hingga ladang bawang.

Sedangkan Tanijoy memberikan alternatif pembiayaan, pelatihan dan edukasi, akses pasar, dan pemanfaatan teknologi di sektor pertanian. Startup ini sudah menyalurkan pinjaman Rp 6,9 miliar. Total petani yang bergabung 1.820 dengan 109,4 hektare lahan yang dikelola.

Kemudian TaniFund merupakan bagian dari TaniGroup. Fintech ini telah menyalurkan pembiayaan Rp 159,23 miliar kepada petani.

platform tanihub
platform tanihub (Google Play Store)

Selain TaniFund, TaniGroup memiliki platform e-commerce khusus produk sayuran, ikan hingga daging yakni TaniHub. Pada September lalu, Co-Founder sekaligus President TaniGroup Pamitra Wineka mengklaim bahwa rerata pendapatan mitra petani meningkat 20-25% setelah bergabung.

Perusahaan telah menggaet lebih dari 30 ribu petani per Maret, dan ditarget 1 juta dalam lima tahun ke depan. “Tahun depan targetnya bisa ekspor,"  kata Pamitra saat konferensi pers virtual, Maret lalu (3/3).

Di sektor e-commerce, setidaknya TaniFund bersaing dengan sembilan pemain lain di Indonesia. Mereka di antaranya HappyFresh, Sayurbox, Brambang, Tukangsayur.co, 8Villages, Chilibeli, Kedai Sayur, Etanee, dan Kecipir.

Sayurbox telah menggaet 1.000 petani di beberapa daerah, termasuk Surabaya dan Bali. Head of Communications Sayurbox Oshin Hernis mengatakan, rata-rata pendapatan petani yang menjadi mitra meningkat 10 kali lipat. “Ini karena kami menyerap seluruh hasil panennya. Kalau tengkulak biasanya memilih yang bagus saja,” kata dia kepada Katadata.co.id, September lalu (4/9).

Hasil panen dipasarkan melalui platform Sayurbox, dan dikategorisasi berdasarkan kualitasnya. “Ada yang namanya imperfect product. Ada grade a, b, c,” ujar Oshin. Kalaupun masih ada produk yang belum terjual namun layak konsumsi, maka perusahaan akan menjualnya secara offline. Dengan skema ini, perusahaan memaksimalkan potensi penjualan hasil panen para mitra petani.

Sedangkan Kedai Sayur menggaet Kementerian Pertanian dan petani di Cianjur, dengan model operasi petani. Lalu, berkolaborasi dengan Kementerian Koperasi dan UKM untuk model bisnis dan operasi antara kementerian, koperasi binaan, dan swasta.

Kedai Sayur juga dalam pembicaraan dengan fintech untuk membantu petani di Jawa Timur, dari sisi pembiayaan modal kerja. “Sebagian besar, kami sebagai offtaker. Menghubungkan petani dengan pasar melalui platform digital,” kata Co-Founder sekaligus CEO Kedai Sayur Adrian Hernanto kepada Katadata.co.id, September lalu.

Beberapa dari startup pertanian di atas juga memberikan edukasi dan pendampingan kepada petani, seperti TaniGroup dan 8Villages melalui platform Lisa. Selain itu, 8Villages masuk di kategori pengembangan teknologi melalui Datahub.id untuk memantau hasil survei lapangan secara langsung atau real-time.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement