5 Sektor Startup di Indonesia Ini Untung saat Pandemi, Kini Ramai PHK

Desy Setyowati
6 Juni 2022, 12:00
startup, phk, startup bangkrut,
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Warga mengamati aplikasi-aplikasi startup yang dapat diunduh melalui telepon pintar di Jakarta, Selasa (26/10/2021).

Begitu pun LinkAja. Startup ini menyediakan layanan pembayaran, yang juga diminati selama pandemi corona.

Padahal, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa nilai transaksi uang elektronik tumbuh 50,3% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp 34,3 triliun pada April. Datanya dapat dilihat di bawah ini:

Kemudian MPL yang bergerak di sektor gim. Bidang ini juga digemari selama pandemi Covid-19.

Industri game Tanah Air pun mencatatkan pertumbuhan 10-20% pada awal 2020, menurut catatan Asosiasi Gim Indonesia (AGI).

Lalu JD.ID di sektor e-commerce. Bidang ini diminati selama pandemi corona.

Berdasarkan laporan Sirclo dan Katadata Insight Center (KIC) berjudul ‘Navigating Indonesia’s E-Commerce: Omnichannel as the Future of Retail’ pada Oktober 2021, pandemi membuat 17,5% konsumen offline mulai mencoba berbelanja online.

Chief People Officer Tiket.com Dudi Arisandi menilai, startup bertujuan untuk untung. “Dari sisi Human Resources (HR), pada akhirnya yang paling mudah, barangkali untuk diselesaikan, ya orang. Maka, upaya pertama yang bisa dilakukan ya efisiensi dengan pengurangan orang,” ujarnya dalam acara Talk 2 Talk, pekan lalu (29/5).

Dia mencatat, startup di Indonesia yang melakukan PHK rerata yang diuntungkan dari pandemi corona. Sejak awal tahun, setidaknya ada empat perusahaan rintisan yang mengumumkan PHK yakni Tanihub, Zenius, LinkAja, dan JD.ID.

“Mereka sebelumnya merekrut, karena kebutuhannya banyak saat itu (awal pandemi corona). Ketika ternyata pandemi berhasil ditangani, yang terjadi adalah surplus orang,” ujar dia.

Menurutnya, kondisi saat ini mirip dengan gelembung dot com pada 1998 - 2000-an. Saat itu, sektor teknologi tren dan perusahaan merekrut banyak pekerja. Mereka melantai di bursa efek dan mencatatkan harga saham yang meroket.

Perusahaan dot-com saat itu banyak menjalankan model startup yang bereksperimen dengan cara-cara baru dalam berbisnis. Namun, mereka tidak punya arah bisnis yang jelas dan tidak stabil.

Kemudian, gelembung dot-com meledak dan harga saham perusahaan internet itu runtuh. Bahkan banyak di antaranya yang gulung tikar.

“Saya pernah mengalami, di satu perusahaan, pegawai di sektor IT dikurangi dan dipekerjakan di outsource. Kemudian muncul dot com,” ujar dia. “Secara pribadi, aku sudah tiga kali menghadapi kasus seperti sekarang ini.”

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...