Ingin Kuasai Pasar di Masa Depan, AS dan Tiongkok Bersaing Ketat di 6G

Fahmi Ahmad Burhan
15 Februari 2021, 10:19
Ingin Kuasai Pasar di Masa Depan, AS dan Tiongkok Bersaing Ketat di 6G
ANTARA FOTO/REUTERS/JASON LEE
Seorang insinyur berdiri di bawah stasiun pangkalan antena 5G dalam sistem uji lapangan SG178 Huawei yang hampir membentuk bola di Pusat Manufaktur Songshan Lake di Dongguan, provinsi Guangdong, Tiongkok, Kamis (30/5/2019).

Teknologi 6G yang diperebutkan kedua negara itu memiliki kecepatan 100 kali lebih cepat dibandingkan 5G. Kemampuan unduh mencapai satu terabyte per sekon (Tbps) atau sekitar 142 jam film dalam sedetik.

Generasi2G3G3G HSPA+4G4G LTE5G6G
Kecepatan maksimum0,3 Mbps7,2 Mbps42 Mbps150 Mbps300 Mbps- 1 Gbps1-10 Gbps1 TBps
Kecepata rata-rata0,1 Mbps1,5 Mbps5 Mbps10 Mbps15-50 Mbps50 Mbps and upn/a

Sumber: Phone Arena

Gelombang sinyal 6G menempati pita spektrum 300GHz hingga 3 terahertz. Frekuensi itu lebih tinggi ketimbang 5G yang berada di antara 30-300GHz. Sedangkan kecepatan berbanding lurus dengan spektrum frekuensi.

Selain itu, 6G menjanjikan latensi yang jauh lebih rendah yakni 0,1 milidetik. Sedangkan tingkat keterlambatan pengiriman data 5G sekitar satu milidetik.

Dengan kemampuan itu, negara yang mengadopsi 5G atau 6G bisa menghadirkan berbagai teknologi baru seperti hologram, augmented reality (AR), atau virtual reality (VR).

Namun, Profesor riset di National Astronomical Observatories dari Chinese Academy of Sciences (CAS) dan Kepala Ilmuwan dari Tiongkok-Argentina Radio Telescope Li Jinzeng mengatakan, ada banyak teleskop yang bergantung pada spektrum frekuensi yang ditempati oleh 6G. 

Teleskop itu digunakan untuk memeriksa kondisi alam semesta. Oleh karena itu, Jinzeng khawatir 6G akan mengganggu pengamatan astronomis. 

Selain itu, 6G dikhawatirkan berdampak pada fisiologis akibat radiasi elektromagnetik. Itu karena jangkauan gelombang frekuensi 6G pendek, sehingga operator perlu memasang antena mini cell secara berdekatan di banyak tempat supaya sinyalnya tidak terhalang.

Lembaga non-profit asal Inggris, principia-scientific menjelaskan bahwa setiap operator perlu membangun base transceiver station (BTS) dengan jarak 100 meter di satu wilayah. Oleh karena itu, operator perlu mendirikan lebih banyak BTS dan berdekatan. 

Untuk menyediakan layanan 5G atau 6G, operator juga perlu membangun pangkalan yang berisi antena mini cell. Antena ini akan memancarkan sinyal supaya bisa terhubung dengan BTS dan perangkat pengguna.

Sedangkan setiap stasiun pangkalan berisi ratusan hingga ribuan antena mini cell. Oleh karena itu, teknologi seperti 5G atau 6G dianggap berbahaya karena radiasinya.  

Namun, "para kritikus mengatakan tidak ada penelitian mendalam terkait dampak 5G bagi kesehatan. Walaupun WHO mencantumkan sinyal seluler sebagai karsinogen (penyebab kanker) potensial, begitu juga dengan acar sayuran dan kopi," demikian dikutip dari CNET, 2019 lalu (21/6/2019). 

Sedangkan Wakil Direktur Eksekutif Pusat Big Data Beijing Institute of Genomics CAS Zhang Zhang juga mengatakan, ada dua  masalah utama penerapan 6G yakni soal keamanan data dan biaya. "Dengan 6G, kami mungkin mentransmisikan begitu banyak data dengan sangat cepat sehingga kami gagal melihat adanya kebocoran kecil atau risiko keamanan (data)," ujarnya. 

Di satu sisi, layanan 6G dianggap terlalu mahal. “Maka, penyandang dana dan pembuat kebijakan harus menyeimbangkan biaya dan manfaat, serta menyesuaikan teknologi dengan kebutuhan pengguna,” ujar Zhang.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...