Petani Sawit Berharap Perpres ISPO Perkuat Pelaku Usaha Kecil

Michael Reily
20 September 2018, 17:11
sawit
ANTARA FOTO/Budi Candra Setya

Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) meminta poin pembahasan Peraturan Presiden terkait Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) bisa menyentuh hingga pelaku usaha terkecil. Pemerintah diharapkan memberikan bantuan pendampingan dan pendanaan lewat Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Program Manager SPKS Dian Mayasari Nasution menyatakan pemerintah harus lebih aktif. “Petani masih minim perhatian pemerintah dan pengusaha besar,” kata Dian di Jakarta, Kamis (20/9).

Petani swadaya saat ini hanya memiliki sekitar  3,5 juta hektare dari total jumlah lahan  perkebunan kelapa sawit sebesar 11,4 juta hektare.

Namun, produktivitas perkebunan kelapa sawit swadaya masih sekitar 30% dari keseluruhan produksi minyak sawit nasional.

Dia mengungkapkan, kurangnya pendampingan dan pendanaan merupakan salah satu penyebab produktivitas petani sawit swadaya lebih rendah dibandingkan petani plasma yang berkolaborasi dengan pengusaha. “Tidak ada insentif untuk menjaga harga TBS (Tandan Buah Segar),” ujar Dian.

Karenanya, SPKS meminta pemerintah menegaskan aturan terkait legalitas lahan dalam Perpres yang sedang dibahas oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Sebab, permasalahan Hak Guna Usaha (HGU) masih menjadi kendala dalam penerapan ISPO.

Saat ini, ISPO masih diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11 Tahun 2015. Namun, pemerintah berupaya untuk memperkuatnya dengan Perpres supaya kementerian dan lembaga terkait bisa memperkuat dukungannya.

(Baca : 235 Ribu Hektare Lahan Sawit Tersertifikasi ISPO Hingga Agustus 2018)

Peneliti Institute for Ecosoc Rights Sri Palupi menjelaskan pembahasan ISPO memang belum bisa menjawab persoalan Indonesia terkait ISPO. Padahal, ISPO bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan petani sawit swadaya, mendorong agar produk sawit bisa diterima secara global, serta membenahi tata kelola industri.

Meski begitu, Sri menuturkan pembahasan Perpres justru menghilangkan substansi krusial untuk menjadikan ISPO sebagai standar yang kredibel.

Ada lima poin perubahan pada rancangan Perpres bulan September 2017 yang menurutnya hilang pada rancangan Perpes pada April 2018. “Ketika masyarakat antusias untuk mengangkat isu keberlanjutan, kami malah kecewa dengan proses dan substansi Perpres ISPO,” kata Sri.

Halaman:
Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...