El Nino Berlanjut Hingga Februari 2024, Ini 6 Sektor Paling Terdampak

Tia Dwitiani Komalasari
2 November 2023, 18:51
Foto udara Waduk Bili-Bili yang mengalami penyusutan debit air di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Minggu (29/10/2023). Waduk yang menjadi sumber air baku PDAM, PLTA dan irigasi pertanian di daerah itu mengalami penyusutan debit air akibat kemarau dan fe
ANTARA FOTO/Arnas Padda/nz
Foto udara Waduk Bili-Bili yang mengalami penyusutan debit air di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Minggu (29/10/2023). Waduk yang menjadi sumber air baku PDAM, PLTA dan irigasi pertanian di daerah itu mengalami penyusutan debit air akibat kemarau dan fenomena El Nino dengan elevasi saat ini mencapai 77 meter di atas permukaan laut (mdpl) dengan volume air sekitar 36,96 juta meter kubik sementara elevasi normal setinggi 99,50 mdpl dengan volume air sekitar 259,37 juta meter kubik.

El Nino meningkatkan risiko kesehatan karena berkaitan dengan sanitasi dan ketersediaan air bersih untuk di konsumsi. Bagi daerah yang mengalami kebakaran hutan dan lahan, kondisi ini juga dapat berakibat pada polusi udara dan memicu terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

Sebagian Wilayah Indonesia Mulai Hujan

Sementara itu, Dwikorita menyebut bahwa sebagian besar wilayah Indonesia telah mengalami kondisi curah hujan sangat rendah pada Juli, Agustus September dan Oktober 2023. Daerah tersebut meliputi sebagian besar Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian besar Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, sebagian Maluku, sebagian Maluku Utara dan sebagian Papua.

Berdasarkan pantauan BMKG, hingga pertengahan Oktober 2023, sebagian wilayah di Pulau Sumatera bagian Selatan, Jawa, Bali - Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi bagian selatan, Maluku serta Papua bagian selatan telah mengalami Hari Tanpa Hujan berturut-turut antara 21 - 60 hari.

Sedangkan, Hari Tanpa Hujan kategori Ekstrem Panjang dengan HTH lebih dari 60 hari terpantau terjadi di wilayah Lampung, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Di Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTT, NTB, Kalteng, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua. Adapun HTH terpanjang tercatat selama 176 hari terjadi di Sumba Timur & Rote Ndao - Nusa Tenggara Timur.

"Situasi ini harus menjadi perhatian kita bersama mengingat sebaran titik panas di Indonesia menunjukkan peningkatan terutama di daerah rawan karhutla. Pulau Kalimantan memiliki titik panas terbanyak dengan tingkat kepercayaan tinggi, diikuti oleh Sumatera bagian selatan, kepulauan Nusa Tenggara, dan Papua Selatan," tuturnya.

Dwikorita mengungkapkan, terdapat sejumlah strategi yang dapat diambil pemerintah sebagai upaya kesiap-siagaan yaitu:

1. Menguatkan manajemen air yang efisien untuk memastikan pasokan air yang cukup bagi pertanian dan pemenuhan kebutuhan masyarakat.

2. Menguatkan penyebaran informasi pedoman kepada petani untuk beradaptasi dengan perubahan pola musim dan memilih tanaman yang lebih tahan kekeringan.

3. Menyelenggarakan program penyuluhan dan pelatihan untuk membantu masyarakat dalam mengadopsi praktik pertanian yang lebih tahan terhadap kondisi kekeringan.

4. Penguatan pengelolaan hutan dan lahan untuk mencegah kebakaran hutan yang dapat dipicu oleh cuaca kering.

5. Program rehabilitasi ekosistem dan restorasi lahan yang terdegradasi akibat kekeringan atau kebakaran.

6. Menyusun rencana kesiapsiagaan logistik untuk memastikan pasokan air bersih dan bahan makanan cukup terutama di wilayah yang rentan.

7. Melakukan kampanye kesadaran masyarakat tentang praktik konservasi air dan upaya pengurangan risiko bencana. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...