Masalah Iklim Mengancam Produktivitas Kelapa Sawit

Hari Widowati
6 Maret 2024, 19:23
Dampak krisis iklim seperti banjir, kekeringan, serta asap kebakaran hutan dan lahan memengaruhi produktivitas kelapa sawit melalui pergeseran musim panen hingga kematian tanaman.
ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/aww.
Dampak krisis iklim seperti banjir, kekeringan, serta asap kebakaran hutan dan lahan memengaruhi produktivitas kelapa sawit melalui pergeseran musim panen hingga kematian tanaman.
Button AI Summarize

Permasalahan iklim mengancam produktivitas kelapa sawit yang menjadi bahan baku minyak goreng. Dampak krisis iklim seperti banjir, kekeringan, serta asap kebakaran hutan dan lahan memengaruhi produktivitas kelapa sawit melalui pergeseran musim panen, penurunan kualitas, rusaknya tanaman, hingga kematian tanaman.

Menurut Ahmad Juang Setiawan, Climate Researcher Traction Energy Asia, hal lain yang berpotensi menganggu ketersediaan minyak goreng adalah penggunaan kelapa sawit untuk biodiesel. Semakin tinggi tingkat pencampuran biodiesel, ketersediaan minyak goreng berpotensi akan menurun.

"Secara umum, stok minyak goreng terancam oleh dua hal, yaitu krisis iklim yang memengaruhi produktivitas kelapa sawit dan biodiesel yang memengaruhi jatah minyak sawit untuk diolah menjadi minyak goreng," ujar Juang dalam diskusi daring "Bahan Pokok Mahal: Pentingnya Keberlanjutan Pangan di Tengah Krisis Iklim" di Jakarta, pada Selasa (5/3).

Juang mengatakan dalam empat tahun terakhir, terjadi peningkatan konsumsi minyak goreng saat menjelang Ramadan dan Idul Fitri sebesar rata-rata 38%. Jika ditelusuri lebih lanjut, kebutuhan terhadap energi bergerak lambat tetapi tetap menunjukkan peningkatan.

Pada Agustus 2023, alokasi crude palm oil (CPO) untuk energi sudah melebihi alokasi untuk pangan, yakni melebihi 1 juta ton sedangkan alokasi untuk pangan di bawah 1 juta ton. Hal ini seiring dengan regulasi pemerintah untuk meningkatkan produksi biosolar yang dikenal lewat program pencampuran Bahan Bakar Nabati (B35).

"Terdapat peluang besar dalam memanfaatkan minyak jelantah (used cooking oils) sebagai bahan baku komplementer biodiesel. Pengumpulan dan pengelolaan UCO sebagai biodiesel dapat menyelesaikan dua masalah lain, yakni masalah kesehatan dan lingkungan," ujar Juang.

Minyak jelantah berdampak negatif jika digunakan secara berulang dan berdampak buruk pada lingkungan jika dibuang sembarangan. Juang juga melihat salah satu cara untuk menuju pangan yang berkelanjutan adalah dengan melihat kembali kearifan lokal yang dikembangkan oleh petani-petani kecil di daerah. Mereka telah memiliki mekanisme adaptasi terhadap perubahan iklim.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...