IESR: Industri Dapat Tekan 30% Biaya Produksi dengan Dekarbonisasi

Image title
21 Juni 2024, 14:06
Pekerja mengangkut semen di Pelabuhan Rakyat Paotere, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (12/6/2024). Kementerian Perindustrian mulai menyusun peta jalan dekarbonisasi industri semen dengan fokus strategi seperti penurunan rasio klinker terhadap semen, pera
ANTARA FOTO/Arnas Padda/YU
Pekerja mengangkut semen di Pelabuhan Rakyat Paotere, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (12/6/2024). Kementerian Perindustrian mulai menyusun peta jalan dekarbonisasi industri semen dengan fokus strategi seperti penurunan rasio klinker terhadap semen, peralihan ke bahan bakar alternatif, efisiensi energi hingga pengembangan teknologi inovatif guna menekan emisi karbon yang dihasilkan dari produksi semen yang mencapai sekitar 0,869 ton karbon dioksida (CO2) per ton semen.
Button AI Summarize

Analisis Institute for Essential Services Reform (IESR) menunjukkan bahwa sektor industri dapat tumbuh dan berkembang dengan melakukan lima pilar dekarbonisasi. Industri dapat menghemat biaya produksi hingga 30 persen dengan penerapan efisiensi energi dan efisiensi sumber daya.

Selain itu, biaya untuk bahan produksi yang tidak dapat digunakan kembali, bisa dikurangi hingga 66 persen. Manfaat lainnya dari dekarbonisasi industri adalah potensi penghematan biaya pajak karbon, penghematan biaya pengendalian dampak lingkungan, menaikkan kualitas lingkungan dan keberagaman hayati.

"Selain itu, dekarbonisasi bisa membuka peluang pekerjaan hijau, dan menurunkan kebutuhan subsidi kesehatan," kata Analis Energi IESR, Muhammad Dhifan Nabighdazweda, dalam keterangan tertulis dikutip Jumat (21/6).

Dhifan menyarankan tiga langkah untuk mencapai emisi lebih rendah dan mendorong dekarbonisasi industri melalui teknologi rendah karbon.  Pertama yaitu menetapkan target penurunan emisi yang jelas dan spesifik untuk semua sektor industri. 

Kedua, mengembangkan regulasi sertifikasi untuk produk hijau dan teknologi baru seperti hidrogen dan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) guna menangkap emisi karbondioksida (CO2).  Ketiga, memperkuat kerja sama antara industri, pemerintah, dan akademisi untuk riset teknologi rendah karbon dan pengembangan sumber daya manusia.

Dhifan mengatakan terdapat lima pilar dekarbonisasi industri berdasarkan kajian IESR, yakni:

1. Efisiensi sumber daya

2. Efisiensi energi

3. Elektrifikasi industri

4. Menggunakan bahan bakar, bahan baku dan sumber energi rendah karbon

5. Pemanfaatan teknologi penangkap dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS), khususnya untuk mengurangi emisi dari proses yang sulit di dekarbonisasi secara teknis.

Dhifan mengatakan, sektor industri sangat beragam sehingga membutuhkan solusi yang bervariasi. Implementasi pilar dekarbonisasi perlu mempertimbangkan segi ekonomi dan teknis.

"Pemerintah dapat mendorong penggunaan energi terbarukan untuk industri, seperti melalui pemasangan PLTS atap, memberikan insentif bagi industri yang menerapkan teknologi rendah karbon, dan mendukung penelitian dan pengembangan teknologi rendah karbon yang masih dalam tahap komersialisasi,” ujarnya. 

Konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini dicatat oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), badan laboratorium ilmiah pemerintah Amerika Serikat.

Menurut data NOAA, sepanjang tahun 1980 rata-rata konsentrasi CO2 di atmosfer global masih di bawah 350 part per million (ppm).

Artinya, ada kurang dari 350 molekul CO2 dalam setiap satu juta molekul di udara. Namun, di tahun-tahun berikutnya konsentrasi CO2 di udara terus meningkat, hingga mencapai 421 ppm pada Desember 2023.

 Angka tersebut merupakan rekor tertinggi baru sepanjang pencatatan NOAA.

Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...