Proyek Karbon Rp 24,3 Triliun untuk Perlindungan Hutan Amazon

Ringkasan
- PT Astra International Tbk (ASII) akan membagikan dividen interim untuk tahun buku 2024 sebesar Rp 3,96 triliun atau Rp 98 per saham, dengan keputusan yang diambil pada 12 September 2024 dan disetujui efektif pada 1 Oktober 2024 menurut keterangan resmi dari Sekretaris Perusahaan ASII, Gita Tiffany Boer.
- Pembagian dividen tersebut tidak diharapkan memberikan dampak signifikan terhadap operasional, hukum, kondisi keuangan, atau kelangsungan usaha dari ASII. Jadwal pembagian dividen mencakup cum dividen di pasar reguler dan negosiasi pada 1 Oktober 2024, ex dividen pada 14 Oktober 2024 untuk pasar reguler dan negosiasi, cum dividen di pasar tunai pada 15 Oktober 2024, dan pembayaran dividen interim dilaksanakan pada 31 Oktober 2024.
- Dalam semester I tahun 2024, Astra International mencatatkan laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 15,85 triliun, turun 9,12% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 17,44 triliun. Pendapatan bersih ASII juga turun 1,5% menjadi Rp 159,96 triliun, dengan detail turunnya pendapatan dari kontrak dengan pelanggan dan peningkatan pendapatan dari jasa keuangan.

Silvania, lembaga investasi dan keanekaragaman hayati, bekerja sama dengan Konservasi Internasional dan The Nature Conservancy untuk mengumpulkan dana awal sebesar US$ 1,5 miliar (Rp 24,3 triliun) demi melindungi hutan Amazon di Brasil. Mereka bekerja sama dengan negara bagian Brasil, petani, dan masyarakat setempat untuk proyek kredit karbon ini.
Inisiatif ini diluncurkan di sela-sela World Economic Forum (WEF), Davos, Swiss, pada Rabu (29/1).
Program 'Race to Belém' ini merupakan sebuah penghargaan bagi kota Brasilia yang akan menjadi tuan rumah putaran berikutnya dari pembicaraan iklim global COP30 pada November 2025. Program ini bertujuan untuk menjual kredit karbon yang terkait dengan pelestarian hutan hujan terbesar di dunia.
Untuk menghindari kritik yang dihadapi beberapa proyek sebelumnya terkait dampaknya di dunia nyata, rencana baru ini akan meminta persetujuan dari semua tingkat pemerintahan. Program Race to Belem ini juga akan melibatkan petani dan masyarakat yang terkena dampak, serta dilaksanakan di wilayah yang lebih luas.
Langkah ini diambil menyusul rekor suhu tinggi di seluruh dunia tahun lalu yang mendorong Amazon semakin dekat ke titik di mana Amazon menjadi penghasil emisi karbon, sehingga tujuan yang telah disepakati dunia untuk membatasi pemanasan global menjadi semakin sulit dicapai.
Inisiatif ini dilakukan beberapa hari setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menarik negara dengan perekonomian terbesar di dunia ini keluar dari kesepakatan Paris.
Kepala Eksekutif Race to Belém Keith Tuffley mengatakan setelah meluncurkan skema ini di negara bagian Tocantins, Brasil, ia berharap negara-negara bagian lain akan bergabung. Target pendanaan awal sebesar US$ 1,5 miliar tahun ini diperkirakan bakal terlampaui.
“Konsensus yang ada adalah keterlibatan sektor swasta kini menjadi lebih penting dari sebelumnya. Urgensi untuk mengatasi tantangan iklim semakin meningkat. Race to Belem menyoroti hal ini dengan menyerukan investasi swasta yang transformatif,” kata Tuffley kepada Reuters dari WEF, Davos.
Untuk membantu memulai proyek ini, Silvania akan memberikan satu dolar untuk setiap ton kredit karbon yang dibeli sebagai modal awal kepada negara-negara bagian di Brasil. Modal ini akan dikucurkan hingga total mencapai US$ 100 juta (Rp 1,62 triliun).
"Harga per ton karbon akan dinegosiasikan dengan pembeli potensial dan dapat menghasilkan ratusan juta ton penghematan karbon," kata Tuffley. Penyebaran akan segera dimulai, dengan fase-fase tambahan yang diluncurkan selama tiga sampai lima tahun.
Kredit Karbon untuk Pengurangan Emisi dari Deforestasi
Kredit yang dikeluarkan berdasarkan rencana tersebut akan digolongkan sebagai kredit Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan Yurisdiksi, atau JREDD+. Proyek-proyek JREDD+ yang sudah ada saat ini telah berjalan di beberapa negara seperti Guyana, Ghana, dan Kosta Rika.
Tuffley mengatakan area referensi dasar yang dinilai dalam proyek JREDD+ jauh lebih besar, sehingga lebih mudah untuk melacak dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat setempat dibandingkan dengan proyek Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+). Proyek REDD+ merupakan proyek tradisional yang diawasi oleh pengembang proyek.
Kepala Eksekutif Konservasi Internasional M. Sanjayan mengatakan kredit karbon ini menawarkan peluang untuk membalikkan pendorong ekonomi deforestasi.
“Ini akan menjadi tahun yang sangat penting bagi masa depan Amazon. Kita memiliki kesempatan untuk melihat kembali lintasan perlindungan Amazon dalam dua era yang berbeda: sebelum dan sesudah COP30,” katanya.