Banjir di Kalimantan Jadi Muara dari Semrawutnya Tata Guna Lahan

Image title
25 Januari 2021, 18:45
banjir kalimantan selatan, jokowi, batu bara, bencana alam, bnpb
ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/foc.
Foto udara kondisi sebuah desa yang luluh lantak akibat banjir bandang di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Minggu (24/1/2021).

Hingga 21 Januari 2021, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan akibat dari bencana banjir dan longsor tersebut 483.324 jiwa terdampak bencana. Total kerusakannya mencapai Rp 1,127 Triliun. 

Banyak pendapat menyebut bencana hidrometeorologis ini terjadi karena kegiatan ekstraktif manusia. Dampaknya, kemampuan daya dukung dan tampung lingkungan berkurang. 

Hngga hari ini apa yang digaungkan pemerintah terkait corrective action terutama upaya melindungi dan mencegah kerusakan tersebut masih hanya sekedar lip service. Manajer Tata Ruang Dan GIS Walhi Nasional Ach Rozani dalam keterangan tertulisnya mengatakan pemerintah perlu memahami bencana yang terus berulang tak dapat dilepaskan dari produk politik, ekologi, dan sosial. 

Instrumen kebijakan dan aturan yang terus digaung masih pro-investasi dan mengorbankan aspek sosial-ekologi. "Bahkan ini diperparah lagi ada motif komodifikasi terhadap bencana yang selama ini terjadi," kata dia.

Kebijakan satu peta atau one map policy dapat menjadi rujukan dalam pengelolaan ruang berwawasan lingkungan. Kepala Divisi Advokasi Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) Imam Hanafi mengatakan ketiadaan peta partisipatif yang dibuat oleh masyarakat lokal atau adata menjadi pintu masuk timbulnya bencana ekologi dan sosial. 

Peran masyarakat menjadi lemah dalam hal mengontrol ruang dan lingkungan sekitarnya. "Khususnya jika berhadapan dengan klaim negara atau perijinan," ujar Imam.

Karena itu, penting bagi pemerintah untuk segera melakukan revisi peraturan presiden (Perpres) kebijakan satu peta. Aturan berikutnya harus dapat mengakomodir data spasial masyarakat yang tertuang dalam peta partisipatif serta mengintegrasikan dalam kebijakan satu peta. 

DISTRIBUSI LOGISTIK BANTUAN BANJIR MELALUI JALUR UDARA
Distribusi bantuan logistik korban banjir Kalimantan Selatan. (ANTARA FOTO/ Bayu Pratama S/foc.)

Dalam keterangan tertulisnya, Imam mendesak pemerintah melakukan enam hal. Pertama, merevisi Perpres Nomor 9 Tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta. Substansi dan targetnya harus mampu menerima produk geospasial yang dibuat oleh rakyat.

Kedua, peta partisipatif harus menjadi dasar dalam melakukan proses verifikasi dalam tahapan sinkronisasi dan penyelesaian tumpang tindih IGT yang dibuat oleh wali data (kementerian dan lembaga) terhadap wilayah kelola masyarakat (adat/lokal).

Ketiga, data dan Informasi atas status peta hak guna usaha (HGU), hak pengelolaan lahan (HPL), hak guna bangunan (HGB), peta izin pemanfaatan kawasan hutan, peta izin usaha pertambangan harus terbuka sebagai pengawasan dan kontrol publik.

Keempat, perlunya adanya wali data atas wilayah adat untuk melengkapi dan menegaskan keberadaan hutan adat dan hak komunal (tanah ulayat).     

Kelima, kompilasi, integrasi dan sinkronisasikan peta masyarakat (masyarakat adat dan lokal) ke dalam kebijakan satu peta sebagai salah satu data rujukan dalam melakukan proses verifikasi status dan fungsi ruang lintas kementerian.

Terakhir, dalam rangka mewujudkan partisipasi masyarakat terhadap kebijakan satu peta, diperlukan kejelasan mekanisme adopsi, verifikasi, registrasi dan penetapan serta standarisasi oleh walidata (NSPK).

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...