Percepatan Kendaraan Berbasis Baterai, Bagaimana Prospek Mobil Hybrid?

Image title
24 Februari 2021, 20:10
mobil listrik, mobil hybrid, uni eropa, baterai listrik
123RF.com/Supparsorn Wantarnagon
Ilustrasi. Pasar mobil hybrid di tengah percepatan kendaraan listrik berbasis baterai.

Sependapat dengan hal itu, Kepala Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam pun menyebut pasar mobil hybrid masih menarik. Peluangnya besar karena ekosistem mobil listrik Tanah Air belum mendukung.

Contohnya, stasiun pengisian kendaraan listrik umum atau SPKLU yang belum tersebar merata. Di negara maju, tempat parkirnya telah tersedia fasilitas pengisian daya mobil listrik. “Jadi, dengan masih terbatasnya infrastruktur tersebut, memang lebih ideal mobil hybrid,” katanya.

Dalam proses transisi ke full mobil listrik, dia mengatakan agar mobil hybrid dikembangkan ke sistem plug-in. Mengingat jenis mobil ini lebih cocok dengan infrastruktur yang ada saat ini.

Pengisian daya mobil hybrid plug-in lebih sederhana. Pengguna dapat menyambungkannya ke sumber listrik eksternal. Sedangkan hybrid konvensional tidak dapat mengisi daya baterai dari jaringan listrik tapi pengereman regeneratif atau bensin di dalam tangki. 

Piter berharap pemerintah memberikan insentif bagi pengembangan mobil hybrid di Indonesia. Misalnya, diskon PPnBM untuk seluruh model mobil listrik, dari hybrid, hybrid plug-in, dan baterai. "Di sisi lain, mobil-mobil dengan emisi tinggi dikenakan pajak yang lebih besar," ucapnya.

Pabrikan mobil asal Jepang,Toyota, saat ini menguasai penjualan mobil dunia. Posisi di bawahnya adalah VW. Toyota masih mengandalkan mobil hybrid dalam transisi kendaraan masa depan.

Bahkan bos pabrikan itu tidak sepakat jika dunia otomotif langsung menuju ke kendaraan listrik. Pasalnya, infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung armada kendaraan listrik akan menelan biaya 14 triliun hingga 37 triliun yen. Angka ini sekitar Rp 1.919 triliun hingga Rp 5.974 triliun dengan asumsi kurs Rp 137,14 per yen.

Hal ini pun membuat pengurangan emisi karbon menjadi tidak akan efektif karena sebagian besar listrik di negara itu memakai bahan bakar batu bara dan gas alam. “Semakin banyak EV yang kita buat, semakin buruk emisi karbondioksida,” kata Presiden Toyota Motor Corporation Akio Toyoda beberapa waktu lalu.

Pada akhir Desember tahun lalu, Toyota menyatakan bakal berinvestasi Rp 28 triliun untuk mengembangkan mobil listrik di Indonesia hingga tiga tahun ke depan. Komitmen ini diharapkan mampu mempercepat target produksi mobil listrik dalam negeri sebesar 25% pada 2025. Kerja sama tersebut di bawah restu Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, Toyota berkomitmen membangun industri mobil listrik Tanah Air. "Produk-produk mobil listrik yang akan diproduksi seperti hybrid, plug-in serta membangun satu jenis full electric vehicle yang rencananya diproduksi pada 2023," katanya.

TARGET PENGADAAN SPKLU
Ilustrasi stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) milik PLN.  (ANTARA FOTO/Fauzan/hp.)

Hybrid Dulu, Baterai Kemudian?

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyarankan agar Indonesia menggunakan mobil jenis hybrid terlebih dahulu sebelum sepenuhnya bertransisi ke mobil listrik berbasis baterai. Setidaknya kedua jenis mobil ini tetap ada di pasar untuk memberikan pilihan kepada konsumen.

Pemerintah, menurut dia, dapat meniru Uni Eropa. Transisi kendaraan ramah lingkungannya mulai dari hybrid. Keuntungan dari proses transisi tersebut adalah konsumen memiliki lebih banyak pilihan dan persaingan usaha pun menjadi lebih sehat. “Minusnya, memperparah kemacetan di jalan,” katanya. 

Pengamat otomotif sekaligus akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengatakan percepatan pengembangan kendaraan listrik menjadi ajang terbuka para pelaku bisnis otomotif. 

Bahkan ini menjadi peluang kendaraan berbahan bakar nabati (BBN) alias biodiesel. “Nanti biar pasar yang menentukan mana yang lebih unggul untuk jangka pendek hingga panjang,” ujar Yannes. 

Untuk transportasi penumpang jarak dekat di dalam kota, ia memperkirakan, kendaraan listrik berbasis baterai yang mendominasi. Sedangkan, kendaraan angkutan berat terutama untuk area luar kota, dan medan berat, akan didominasi oleh kendaraan biodiesel. "Lalu, kendaraan hybrid akan tumbuh di area yang tidak solid dukungan infrastruktur dan grid kelistrikan wilayahnya," ucapnya.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan jika dirunut dalam lima tahun terakhir, upaya pemerintah untuk mendorong transmisi penggunaan kendaraan dari hybrid ke kendaraan listrik terlihat dari berbagai kebijakan pemerintah.

Salah satunya, beragam insentif PPnBM untuk barang mewah. Tujuannya, untuk mendorong pembelian mobil yang mempunyai gas karbon lebih sedikit, termasuk kendaraan listrik.

Apabila permintaan mobil listrik meningkat, produsen mobil hybrid akan beradaptasi. Bukan tidak mungkin mereka juga turut memproduksi kendaraan listrik berbasis baterai.

Hybrid masih menjadi pilihan utama saat ini di Indonesia ketimbang kendaraan berbasis baterai. “Karena infastrukturnya masih terbatas,” kata Yusuf.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...