Tak Mau Bebani APBN, Komitmen Transisi Energi Jokowi Dinilai Gamang

Image title
21 Desember 2021, 12:19
transisi energi, jokowi, apbn
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp.
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EDSM), Jakarta, Senin (24/5/2021). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan bahwa pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) akan menjadi prioritas pemerintah dalam mengakselerasi pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai target untuk mencapai "net zero emission".

Transisi energi setidaknya dapat dilakukan dengan tiga cara. Satu, menerjemahkan komitmen politik ke dalam kerangka kebijakan dan regulasi. Dua, revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) agar sejalan dengan target dekarbonisasi 2060 atau lebih awal. Tiga, peninjauan ulang kebijakan harga energi dan subsidi energi fosil.

Seperti diketahui, Jokowi sebelumnya meminta agar skenario transisi energi dapat berjalan cepat dengan kalkulasi yang tepat. Pasalnya, skema dan hitung-hitungan dalam melakukan transisi energi dalam mengejar target bauran energi baru terbarukan (EBT) membutuhkan dana yang tak sedikit.

Sementara, Indonesia telah terkunci dengan kontrak PLTU batu bara jangka panjang sejak lama. Sehingga jika akan beralih ke energi terbarukan secara penuh maka dibutuhkan dana yang cukup besar.

Menurut dia dengan penggantian pembangkit energi fosil ke energi terbarukan, maka biaya pokok penyediaan listrik dipastikan dapat melonjak. Hal ini pun akan berpengaruh terhadap penetapan harga ke tingkat konsumen.

"Misalnya pendanaan datang, investasi datang, harganya kan lebih mahal dari batu bara. Siapa yang bayar gapnya? negara? Gak mungkin. Angkanya berapa ratus triliun," kata Jokowi dalam The 10th Indo EBTKE ConEx 2021, Senin (22/11).

Hal itu juga tak memungkinkan jika harus dibebankan oleh masyarakat. Mengingat kenaikan tarif listrik 10-15% saja menurut dia kehebohan di masyarakat bisa sampai tiga bulan, apalagi jika kenaikannya mencapai dua kali lipat.

Oleh sebab itu, ia menekankan para jajarannya di level menteri untuk dapat memberikan masukan yang konkrit. Namun kalkulasinya jelas disertai angka realistis. "Kalau ini bisa kita mentransisikan pasti ada harga naik. Pas naik ini pertanyaanya siapa yang bertanggung jawab," kata dia.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...