Suplai Metanol Minim Hambat Transisi Energi Sektor Perkapalan Dunia

Happy Fajrian
24 Agustus 2023, 15:38
transisi energi, bahan bakar hijau, industri perkapalan, metanol
ANTARA FOTO/Didik Suhartono/tom.
Suasana aktivitas bongkar muat kontainer di PT Terminal Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur, Senin (17/10/2022).

Industri perkapalan dunia tengah berupaya untuk melakukan transisi energi hijau dengan menggunakan kapal berbahan bakar metanol untuk mengurangi emisi karbon dan gas rumah kaca. Namun para eksekutif di industri ini mengatakan bahwa upaya tersebut terganjal pasokan metanol yang terbatas.

Para eksekutif di industri ini mengatakan bahwa butuh waktu bertahun-tahun agar produksi metanol terbarukan dapat memenuhi permintaan dan menurunkan biaya.

Saat ini raksasa perkapalan dunia seperti A.P. Moller-Maersk, CMA CGM, dan XpressFeeders, mendominasi pemesanan kapal kontainer berbahan bakar metanol ramah lingkungan. Pada Juli kapal kontainer berbahan bakar metanol pertama di dunia milik Maersk mulai beroperasi.

DNV Consulting memperkirakan jumlah kapal berbahan bakar metanol akan mencapai lebih dari 200 unit pada 2028, naik dari hanya 30 unit tahun ini.

Maersk, CMA CGM, dan XpressFeeders, yang melayani berbagai klien besar seperti Apple, Nike, Adidas, dan Walmart, juga menjajaki opsi bahan bakar hijau lainnya seperti amonia, untuk memenuhi target pengurangan emisi mereka.

Maersk mengatakan bahwa kapal bertenaga metanol dengan opsi bahan bakar ganda harganya sekitar 10-12% lebih mahal dibandingkan kapal konvensional. Namun perbedaan harga tersebut akan menjadi tidak signifikan dalam jangka panjang seiring meningkatnya skala ekonomi.

Tantangan utamanya adalah bagaimana untuk menyediakan bahan bakar hijau yang cukup besar meskipun emisi tidak akan sepenuhnya hilang.

“Tantangan biaya sebenarnya masih ada pada sisi pasokan bahan bakar dan kebutuhan untuk meningkatkan produksinya dalam skala besar secara global, serta infrastruktur bahan bakar itu,” kata kepala pasar energi Maersk, Emma Mazhari, seperti dikutip Reuters, Kamis (24/8).

Sebagai informasi, metanol konvensional menghasilkan nitrogen oksida 80% lebih sedikit dan mengurangi hampir 99% emisi sulfur oksida dibandingkan bahan bakar minyak, namun masih menghasilkan karbondioksida yang menyebabkan pemanasan global.

“Menggunakan metanol yang dihasilkan dari biomassa atau penangkapan karbon, dan hidrogen dari energi terbarukan dapat mengurangi emisi CO2 dari kapal kontainer sebesar 60% hingga 95% dibandingkan dengan bahan bakar konvensional,” kata The Methanol Institute.

Namun metanol hijau yang dihasilkan dari biomassa atau menangkap karbon, dan hidrogen dari energi terbarukan, langka dan harganya setidaknya dua kali lipat dibandingkan metanol konvensional yang dihasilkan dari bahan bakar fosil.

Produksi bahan bakar terbarukan juga jauh dari pusat pengisian bahan bakar, tempat kapal mengisi bahan bakar, yang berarti biaya tambahan dalam bentuk uang dan emisi untuk transportasi, tambah mereka.

“Masih ada ‘C’ (karbon) dalam formulanya sehingga bahan bakar yang tersisa tidak nol karbon,” kata Rashpal Singh Bhatti, wakil presiden BHP untuk keunggulan maritim dan rantai pasokan, mengacu pada metanol konvensional.

Dia menambahkan penggunaan metanol yang diproduksi menggunakan bahan bakar fosil tidak ada gunanya dalam mengurangi emisi. “Pada akhirnya, kami mencoba menemukan sumber yang ada di mana-mana dan memiliki potensi dekarbonisasi yang baik,” katanya.

Permintaan global terhadap metanol, yang biasanya digunakan dalam konstruksi dan manufaktur, mencapai 100 juta ton per tahun (tpy), sementara kapal kontainer berkapasitas 16.000 TEU mengkonsumsi 30.000 hingga 40.000 tpy, kata Methanol Institute.

Permintaan metanol dapat meningkat sebesar 6 hingga 8 juta ton per tahun pada tahun 2028. Namun, bio-metanol hanya menyumbang kurang dari 1% produksi global, yaitu antara 300.000-400.000 ton pada 2022, yang berarti kapal saat ini harus lebih bergantung pada bahan bakar konvensional.

“Masalah utama metanol pada tahap ini adalah peningkatan akses dan skala produksi ramah lingkungan,” kata Peter Lye, kepala pengiriman global di Anglo American. Dia mengatakan perusahaan sedang memantau kemajuan tetapi belum melakukan pemesanan untuk kapal tersebut.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...