Potensi Besar Green Bond Danai Proyek Energi Terbarukan RI

Image title
22 Oktober 2020, 16:36
green bond, investasi hijau, surat utang, obligasi hijau, perubahan iklim, emisi karbon, energi baru terbarukan
123RF.com/Thananit Suntiviriyanon
Ilustasi. Penerbitan green bond atau surat utang berwawasan lingkungan di Indonesia.

Indonesia pernah menawarkan surat utang berwawasan lingkungan berbasis syariah dalam dua tenor sekaligus pada 2018. Hasilnya cukup memuaskan dengan nilai permintaan 2,4 kali lipat lebih tinggi dari penawaran. Pemerintah berhasil mengantongi US$ 3 miliar.

Dana itu untuk membiayai proyek infrastruktur terkait perbaikan lingkungan, termasuk proyek pengendalian banjir dan drainase perkotaan. Meskipun menjamin tidak ada dana untuk infrastruktur berbasis bahan bakar fosil, tapi Reuters melaporkan ada pula proyek green sukuk itu yang mencakup aspek deforestasi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tahun lalu sempat mengatakan, minat investor internasional cukup tinggi terhadap obligasi berwawasan lingkungan yang diterbitkan pemerintah. Namun, penerbitannya belum tepat sasaran.

Hanya 29 % pembeli green bond yang tergolong green investor atau yang punya ketertarikan terhadap isu lingkungan dan obligasi. Mayoritas pembelinya adalah investor reguler.

Berkaca dari hal tersebut, penerbitan green bond belum sesuai tujuan awal. “Dari preferensi pembeli dan dihubungkan dengan proyeknya, obligasi hijau Indonesia belum benar-benar menggambarkan sebagai green bond,” katanya.

Di Indonesia, definisi dan penerbitan green bond mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 4 tentang penerbitan dan persyaratan efek bersifat utang berwawasan lingkungan. Untuk menarik minat investor, Sri berpendapat perlu ada penyederhanaan regulasi format kepatuhan (compliance) dan pelaporan terkait obligasi green bond.

Omnibus Law Hambat Penerbitan Green Bond

Penerbitan green bond di Indonesia berpotensi terhalang dengan munculnya Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Bhima menyebut pengesahannya mengancam kelestarian lingkungan hidup.

Pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja banyak merevisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Salah satunya tentang bergantinya Komisi Penilai Amdal (analisis dampak lingkungan) menjadi tim uji kelayakan lingkungan hidup yang dibentuk oleh pemerintah pusat.

Ada pula persoalan bergantinya izin lingkungan menjadi persetujuan lingkungan sebagai syarat memperoleh izin usaha. Lalu, pasal lain yang dipersoalkan terkait penghapusan upaya mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) apabila izin lingkungan dianggap bermasalah.

Dengan aturan sapu jagat itu, pihak yang melakukan usaha tanpa Amdal, upaya pengelolaan lingkungan –upaya pemantauan lingkungan (UKL-UPL), dan pengelolaan limbah hanya dikenai sanksi administratif. Sanksi administratif juga berlaku bagi pihak yang mencemarkan lingkungan karena kelalaian dan tidak mengakibatkan bahaya kesehatan, luka, dan/atau kematian.

Padahal, di UU PPLH sanksi bagi pelanggar tersebut dapat berupa pidana atau perdata. Jadi, meskipun potensi pengembangan ekonomi berkelanjutan cukup besar tapi omnibus law justru dapatmerusak lingkungan. “Investor jadi turun minatnya berinvestasi di Indonesia,” ucap Bhima.

Infografik_Omnibus law cipta kerja mengancam lingkungan
Infografik_Omnibus law cipta kerja mengancam lingkungan (Katadata)

Manajer Kampanye Iklim Eksekutif Nasional WALHI Yuyun Harmono mengatakan pemerintah tak menangkap momentum dari potensi penerbitan green bond. Hal tersebut tercermin dari disahkannya UU Cipta Kerja yang sebagian besar mengurangi perlindungan lingkungan hidup."Isu perubahan iklim sangat kuat sekali. Pemerintah kok tidak melihat itu," ujarnya.

Bahkan Tiongkok, sebagai penghasil emisi karbondioksida terbesar dunia, sudah menargetkan menjadi negara netral karbon pada 2060. Sebenarnya ini merupakan sinyal kuat, Negeri Panda akan meninggalkan produk tak ramah lingkungan, termasuk batu bara dan sawit dari Indonesia.

Pemerintah tak menangkap tren itu. “Kita malah menawarkan investor datang dengan mengurangi perlindungan lingkungan hidup, bahkan buruh,” ujar Yuyun.

Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri berpendapat perekonomian tidak dapat tumbuh apabila faktor lingkungan terabaikan.  Pendanaan global saat ini pun sudah mengarah ke arah investasi hijau.

"Sumber dana sudah mengarah ke green. Investor mulai menghindari pembiayaan proyek atau sektor yang mengganggu lingkungan hidup," ujarnya dalam diskusi virtual Outlook Ekonomi: Peluang RI Keluar Resesi yang ditayangkan Katadata.co.id, kemarin.

Kondisi harga minyak mentah dunia yang relatif rendah sekarang dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk berbenah. Alokasi subsidi bahan bakar minyak mentah atau BBM dapat dialihkan untuk sektor kesehatan di tengah pandemi Covid-19.

Subsidi itu juga dapat dialokasikan untuk pengembangan listrik dan insentif pajak pengembangan energi terbarukan. “Menurut saya, fossil fuel (BBM) enggak bisa lagi disubsidi,” kata Chatib. Apabila pemerintah terus-menerus melakukan nya, masyarakat akan tetap mengkonsumsi BBM.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...