Investasi EBT di Asia Tenggara Diramal Capai Rp 1.100 T pada 2025

Nadya Zahira
23 Agustus 2023, 13:55
ebt, energi terbarukan, asia tenggara, investasi
Pertamina Geothermal Energy
Wilayah kerja panas bumi Lahendong yang dikelola oleh Pertamina Geothermal Energy (PGE).

Selain itu, NOC Vietnam, PetroVietnam, berkolaborasi dengan perusahaan Denmark, Orsted dan T&T Group, untuk meluncurkan proyek angin lepas pantai pertama di negara tersebut. Kemitraan ini menggarisbawahi komitmen mereka terhadap portofolio yang beragam dan pembangunan rendah karbon regional.

Tak hanya itu, proyek ini juga bertujuan untuk menghasilkan sekitar 13.665.600 megawatt-jam (MWh) per tahun, dengan menggunakan turbin berkapasitas 20 megawatt (MW) yang berdiri setinggi 150 hingga 200 meter.

Adapun perkiraan investasi dalam proyek tersebut adalah antara US$ 11,9 miliar atau setara Rp 182,3 triliun, dan US$ 13,6 miliar atau setara Rp 208 triliun. Dengan begitu, hal ini menunjukkan dedikasi mereka yang kuat terhadap pengembangan energi berkelanjutan.

Dalam hal investasi internasional, perusahaan-perusahaan besar dunia seperti Shell dan ExxonMobil menunjukkan ketertarikannya pada prospek rendah karbon di Asia Tenggara, namun investasi mereka saat ini masih terfokus pada pasar Eropa dan Amerika Utara.

Keunggulan Kompetitif Masing-masing Negara Asia Tenggara

Upaya transisi energi di Asia Tenggara didorong oleh berbagai negara di kawasan ini, dan masing-masing negara memanfaatkan keunggulan uniknya. Mulai tahun 2022 hingga 2026, Vietnam, Filipina, dan Indonesia siap menjadi kekuatan dominan dalam inisiatif rendah karbon di Asia Tenggara.

Rencana Pengembangan Tenaga Listrik Vietnam terbaru diarahkan untuk secara signifikan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dengan memperluas kapasitas pembangkit listrik tenaga angin darat dan lepas pantai.

Sementara itu, Filipina telah membuat komitmen yang tegas untuk meningkatkan pangsa energi terbarukan dalam bauran pembangkitnya. Komitmen ini mencakup target yang ambisius: mencapai porsi 35% energi terbarukan pada bauran energi primernya pada 2030 dan mencapai 50% pada 2050.

Upaya ini menghasilkan antisipasi untuk menarik investasi asing yang besar ke dalam beragam proyek tenaga surya, angin, dan penyimpanan energi atau baterai.

Sebaliknya, Indonesia menawarkan insentif fiskal untuk mengkatalisasi investasi di berbagai sektor rendah karbon, termasuk panas bumi, CCUS, PLTS dan angin, dengan tujuan mencapai emisi net-zero pada 2060.

Kemudian Malaysia dan Thailand memiliki target untuk mencapai emisi gas rumah kaca net-zero masing-masing pada tahun 2050 dan 2065. "Strategi dan insentif negara-negara ini menjadi dasar tujuan transisi energi mereka, dengan penekanan pada menarik investasi pihak ketiga untuk mendukung ambisi mereka," kata Afiqah.

Halaman:
Reporter: Nadya Zahira
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...