Right Issue, Jalan Tengah Perusahaan Mencari Modal Tambahan
Sebagian investor saham tentu tidak asing dengan istilah right issue yang kerap muncul di pasar modal. Aksi korporasi penghimpunan dana tersebut, tak jarang dilakukan perusahaan atau emiten pasar modal yang membutuhkan modal tambahan untuk menjalankan bisnisnya.
Tujuan right issue beragam, bisa untuk memenuhi kebutuhan ekspansi perusahaan, hingga meningkatkan aset perusahaan. Bagi emiten yang sudah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia alias BEI, ada dua sumber alternatif modal yang bisa diperoleh lewat aksi korporasi.
Sumber pertama bisa melalui pinjaman ke perbankan, atau pilihan kedua yakni meminjam dari masyarakat, publik alias investor. Untuk kategori perusahaan yang sudah tercatat di BEI, emiten bisa mencari modal tambahan dari investor dengan meluncurkan right issue.
Aksi tersebut tidak terbatas pada klausul masalah finansial. IDX Channel menjelaskan right issue juga bisa dilakukan perusahaan dalam rangka pengembangan, dalam bentuk anak perusahaan baru, akuisisi dengan kompetitor, hingga peningkatan aset perusahaan.
Apa itu Right Issue?
Menurut laman Bursa Efek Indonesia, right issue adalah salah satu bentuk peningkatan modal disetor suatu perusahaan. Dalam aksi korporasi tersebut, perusahaan menerbitkan saham atau waran baru dan memprioritaskan penjualan kepada pemegang saham eksisting.
Istilah lain yang juga kerap digunakan dan mengacu pada aksi right issue adalah Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu alias HMETD. Penawaran tersebut tidak bersifat wajib, bila pemegang saham tidak mengambil haknya (rights), maka bisa diambil oleh investor baru yang disebut sebagai standby buyer.
Dengan begitu, right issue adalah sebuah hak yang diberikan perusahaan kepada investor lama, untuk membeli saham yang baru diterbitkan, sebelum kemudian saham baru tersebut ditawarkan kepada investor lain.
Meski begitu, terdapat konsekuensi apabila investor tidak menebus HMETD-nya, yaitu efek dilusi pada portofolio. Dilusi adalah penurunan persentase kepemilikan saham yang terjadi, karena bertambahnya jumlah saham total. Dalam dilusi, hanya persentase kepemilikan saham investor yang berkurang, sementara jumlah lembar saham yang dimiliki investor tidak berkurang.
Adapun konsekuensi tersebut diterapkan agar persentase kepemilikan pemegang saham lama tetap bertahan dalam perusahaan tersebut.
Proses Pelaksanaan Rights Issue
Langkah pertama yang harus dilakukan perusahaan untuk melakukan right issue adalah melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) agar tercipta persetujuan antar pemegang saham.
Kemudian, perusahaan menyampaikan pernyataan pendaftaran dokumen pendukung pada Otoritas Jasa Keuangan atau OJK. Adapun untuk rentang waktu antara persetujuan RUPS dan tanggal efektif pernyataan pendaftaraan tidak boleh lebih dari 12 bulan. Lalu, perusahaan wajib menjelaskan alokasi penggunaan dana yang diperoleh dari right issue.
Aksi korporasi itu diatur dalam POJK no. 14/POJK.04/2019 tentang Penambahan Modal Perusahaan Terbuka dengan Memberikan HMETD. Dalam beleid ini dijelaskan ada empat syarat tambahan yang harus dipenuhi perusahaan bila ingin melakukan right issue dalam rangka memperbaiki laporan keuangan, di antaranya:
- Perusahaan terbuka adalah bank menerima pinjaman dari Bank Indonesia (BI) atau lembaga pemerintah lain yang jumlahnya lebih dari 100% dari modal disetor, atau konsidis lain yang dapat mengakibatkan restrukturisasi bank oleh n=instansi pemerintah yang berwenang
- Perusahaan terbuka selain bank harus mempunyai modal kerja bersih negatif dan mempunyai liabilitas lebih dari 80 %
- Perusahaan terbuka yang tidak mampu memenuhi kewajiban keuangan saat jatuh tempo pada pemberi pinjaman
- Penambahan modal yang dapat dilakukan maksimal sebesar 10 % dari jumlah saham keseluruhan. Perhitungan tersebut juga sudah mempertimbangkan efek dilusi bagi pemegang saham minoritas.
Pelaksanaan proses right issue biasanya diberikan sesuai dengan rasio. Misalnya apabila rasio yang diberikan adalah 1:2, maka pemegang satu lembar saham memperoleh dua hak untuk membeli saham baru yang akan diterbitkan. Adapun harga saham baru yang terbit melalui proses right issue ini disebut harga right yang biasanya lebih rendah dari harga saham di pasaran kala itu.
Aksi Right Issue Terbesar di Indonesia
Pada kuartal ketiga tahun lalu, tepatnya September 2021, Bank Rakyat Indonesia atau BBRI melakukan right issue terbesar sepanjang sejarah BEI dengan nilai Rp 95,9 triliun. Dalam catatan Katadata, aksi korporasi bank pelat merah itu berhasil menjadi yang terbesar ke-7 di dunia sejak 2009.
Sejak 13 September 2021, BBRI menawarkan 28,2 miliar lembar saham baru dengan harga Rp 3.400 per saham untuk menambah modal melalui right issue. Melansir informasi dari laman IDXChannel, BBRI menggunakan rasio 100:23 dalam aksi right issue ini. Artinya, setiap 100 lembar saham yang dimiliki investor setara dengan 23 HMETD.
Di sisi lain, investor menanggapi positif aksi korporasi bank BUMN tersebut. Hal itu tercermin dari adanya kelebihan permintaan alias oversubscribed, mencapai 1,53 %.
Dana hasil right issue ini akan digunakan untuk pembentukan holding BUMN Ultra Mikro (Umi) yang dipimpin BRI bersama dengan PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Pembangunan holding itu didasari tujuan untuk mengembangkan ekosistem usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Lebih rinci, sebanyak Rp 54,7 triliun dana dari right issue digunakan untuk imbreng 100 % saham pemerintah di Pegadaian dan 100% saham pemerintah di PNM, Sisanya, Rp 41,15 triliun akan digunakan untuk menambah permodalan. Hasilnya, bank BRI akan menjadi pemegang 99,99% saham Pegadaian dan 99,99% saham PNM.