Menakar Posisi Mata Uang BRICS di Tengah Wacana Dedolarisasi

Intan Nirmala Sari
21 April 2023, 18:34
mata uang
ANTARA FOTO/REUTERS/Ueslei Marceli
Presiden Brazil Jair Bolsonaro, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping, berpose untuk foto bersama saat mereka tiba untuk KTT BRICS di Brasilia, Brazil, Kamis (14/11/2019).

Wacana dedolarisasi kembali meningkat setelah beberapa waktu terakhir, kelompok negara BRICS yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan berupaya mengurangi penggunaan dolar AS dalam bertransaksi di antar negara. Sebagaimana diketahui, saat ini sebagian besar negara di dunia melakukan transaksi perdagangan dan investasi menggunakan mata uang dolar AS.

Maraknya transaksi di banyak negara menggunakan dolar AS, membuat dominasi greenback kian besar, sehingga memiliki pengaruh bagi ekonomi dunia. Kondisi tersebut tak melulu menguntungkan bagi negara non-dolar AS. Alhasil langkah dedolarisasi atau mengurangi penggunaan dolar AS menjadi pilihan, termasuk oleh negara-negara ASEAN, melalui kerja sama local currency transaction (LCT).

Berdasarkan laporan media Rusia, anggota parlemen Rusia, Alexander Babakov mengatakan BRICS tengah menciptakan media baru untuk pembayaran. Itu menjadi strategi untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS atau euro.

Indiatimes juga menulis bahwa mata uang baru kemungkinan akan diamankan dengan komoditas lain, seperti emas dan logam tanah jarang (LTJ). Perkembangan upaya menciptakan mata uang baru ini kabarnya akan dipresentasikan pada KTT BRICS di Afrika Selatan pada Agustus 2023.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, belum mendengar gagasan konkret terkait rencana penerbitan mata uang baru negara-negara BRICS. Namun, ia mendengar bahwa negara-negara BRICS berencana mendiversifikasi mata uangnya.

Sebelumnya, Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva mengatakan bahwa, pembentukan Bank Pembangunan Baru oleh BRICS menunjukkan negara-negara berkembang dapat bersama-sama menciptakan perubahan sosial dan ekonomi yang besar, bahkan membebaskan diri dari sistem perbankan tradisional.

Dalam kunjungannya ke Cina, Lula menghadiri pelantikan mantan Presiden Brasil Dilma Rousseff sebagai kepala bank multilateral yang didirikan oleh negara BRICS. Bank yang berkantor pusat di Shanghai, memiliki potensi besar karena membebaskan negara-negara berkembang dari lembaga keuangan tradisional yang ingin mengatur. Dengan begitu, negara-negara berkembang tidak terlalu bergantung pada dolar dan membiayai perdagangan dalam mata uang lokal.

“Dia mengatakan kebutuhan keuangan negara-negara berkembang sangat besar, tetapi kurangnya reformasi membatasi kredit dari bank-bank yang ada. Bank BRICS bisa menjadi bank besar di Selatan Global,” kata Lula dalam pidatonya dilansir dari Reuters, Kamis (13/4).

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...