OJK Kembali Buat Aturan Relaksasi untuk Jaga Likuiditas dan Modal Bank

Image title
28 Mei 2020, 10:53
Ilustrasi, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. OJK kembali mengeluarkan kebijakan relaksasi bagi perbankan dengan harapan mampu memberikan ruang likuiditas dan permodalan di tengah pandemi corona.
ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Ilustrasi, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. OJK kembali mengeluarkan kebijakan relaksasi bagi perbankan dengan harapan mampu memberikan ruang likuiditas dan permodalan di tengah pandemi corona.

(Baca: OJK Pilah Tiga Kelompok Prioritas Penerima Keringanan Kredit Bank)

Ketiga, penerapan Basel III, dengan perhitungan perhitungan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) untuk risiko operasional, perhitungan ATMR untuk risiko kredit, perhitungan ATMR untuk risiko pasar, dan credit valuation adjustment (CVA) ditunda menjadi 1 Januari 2023.

Dengan demikian, dalam perhitungan Ketentuan Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sampai dengan periode data Desember 2022, bank masih mengacu pada ketentuan mengenai ATMR yang saat ini berlaku.

Sedangkan, untuk BPR dan BPRS, OJK membolehkan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) umum kurang dari 0,5% atau tidak membentuk PPAP umum.

Kebijakan ini, berlaku untuk aset produktif dengan kualitas lancar berupa penempatan pada bank lain, dan kredit dengan kualitas Lancar untuk laporan bulanan sejak posisi April 2020.

Kedua, penyediaan dana dalam bentuk penempatan dana antar bank (PDAB) untuk penanggulangan permasalahan likuiditas BPR dan BPRS dikecualikan dari ketentuan BMPK atau BMPD, maksimal 30%. Kebijakan ini berlaku hingga 31 Maret 2021.

(Baca: OJK Catat Total Restrukturisasi Kredit Terdampak Corona Rp 1.114 T)

Ketiga, Perhitungan AYDA berdasarkan jangka waktu kepemilikan dapat dihentikan sementara sampai dengan 31 Maret 2021. Selanjutnya, BPR dan BPRS dapat menggunakan persentase AYDA 31 Maret 2020 sebagai faktor pengurang modal inti.

Hal ini diharapkan dapat membantu bank memperkuat permodalan yang disebabkan kerugian sebagai dampak pandemi Covid-19.

Keempat, BPR dan BPRS dapat menyediakan dana pendidikan, pelatihan dan pengembangan SDM tahun 2020 kurang dari 5 persen dari realisasi biaya SDM tahun sebelumnya.

Sebelumnya, OJK sudah menerbitkan kebijakan restrukturisasi kredit untuk perbankan dan restrukturisasi pinjaman di perusahaan pembiayaan. Hingga 18 Mei 2020, tercatat ada 95 bank telah melakukan restrukturisasi terhadap 4,9 juta debitur, dengan outstanding kredit Rp 458,8 triliun.

Sementara, untuk perusahaan pembiayaan tercatat ada 183 perusahaan yang melakukan restrukturisasi terhadap 2,1 juta kontrak hingga 26 Mei 2020. Total outstanding kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp 66,78 triliun.

(Baca: Pemulihan Ekonomi akibat Pandemi Corona Bakal Telan Anggaran Rp 318 T )

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...