IPO Pertamina Hulu Energi, BUMN: Untuk Bayar Utang dan Belanja Modal
Pemerintah melalui Kementerian BUMN tengah menyiapkan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) untuk melantai di bursa efek Indonesia dengan melakukan penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO).
Wakil Menteri BUMN Pahala Nugraha Mansury mengatakan bahwa pihaknya mengajukan opsi pelepasan saham PHE 10-15%. Adapun dana yang diperoleh dari aksi korporasi ini akan digunakan untuk membayar utang dan belanja modal (capital expenditure/capex).
Pahala melaporkan bahwa PHE memiliki utang US$ 4,5 miliar atau setara Rp 70,2 triliun (kurs Rp 15.600). Sedangkan kebutuhan untuk belanja modal mencapai US$ 4-6 miliar atau sekitar Rp 60-90 triliun per tahun. Besaran belanja modal ini diproyeksikan meningkat jadi US$ 15 miliar atau Rp 234 triliun hingga 2024.
Selain itu, IPO juga dilihat sebagai cara perusahaan untuk meningkatkan sumber pendanaan dari luar holding PT Pertamina. Pasalnya, Pertamina kini harus menanggung beban keuangan yang cukup berat.
Selain menanggung pembiayaan bisnis hilir yang dijalankan oleh subholding Pertamina Patra Niaga, Pertamina juga harus menanggung beban penjualan BBM bersubsidi yang ditugaskan oleh pemerintah.
"Hutang sekarang sudah US$ 4,5 miliar. Maka IPO jadi suatu kebuhan bagi PHE untuk menghimpun dana lewat pasar modal. Kalau terlalu bergantung pada utang tidak bagus," kata Pahala saat ditemui usai Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VI DPR pada Rabu (7/12).
Lebih lanjut, kata Pahala, langkah kementerian untuk melakukan IPO kepada PHE disebut bisa mendatangkan dampak positif seiring momentum harga minyak dan gas bumi yang tinggi.
Pertamina sebagai holding memang mendapat untung dari penjualan minyak dan gas, tapi di sisi lain keuntungan tersebut musti dialirkan kepada sektor hilir untuk penyediaan BBM, khususnya untuk alokasi pendanaan pada distribusi BBM bersubsidi.
"Tentunya butuh adanya pinjaman juga kepada hilir untuk bisa melakukam distribusi BBM, dan ini menjadi prioritas Pertamina untuk memberi kepastian penyediaan BBM," ujar Pahala.
Selain itu, masih sedikitnya perusahaan migas yang melantai di bursa efek juga dilihat sebagai peluang yang meyakinkan. "Keterbatasan emitem migas di bursa efek dan momentum harga minyak dan gas ini bisa mendorong sentimen yang positif dari pasar modal Indonesia," ujar Pahala.