Harga Komoditas Anjlok Mengancam Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Rizky Alika
11 Februari 2019, 18:41
Buah Sawit
ANTARA FOTO/Akbar Tado
Pekerja memperlihatkan biji buah sawit di salah satu perkebunan sawit di Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi barat.

(Baca: Kinerja Ekspor Lemah, Pertumbuhan Ekonomi Era Jokowi Tertinggi 5,17%)

Sejauh ini, Rusli menilai upaya peningkatan nilai tambah komoditas belum maksimal. Meskipun, ada beberapa daerah yang telah fokus pada hal itu. Ia mencontohkan, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Bengkulu yang mengembangkan produk perkebunan rakyat menggunakan dana desa. Adapun produk yang dihasilkan dijual di dalam negeri.

Adapun optimalisasi pasar dalam negeri dinilainya penting, selain pengembangan pasar luar negeri. Dengan demikian, penjualan produk tidak terlalu bergantung kepada kondisi global. Menurut dia, konsumsi rumah tangga yang terjaga menunjukkan permintaan komoditas dalam negeri tetap tumbuh.

Ia pun menyebut beberapa komoditas yang memiliki permintaan tinggi di dalam negeri seperti kopi, olahan karet, hingga kelapa sawit untuk menunjang program biodiesel 20% (B20).

(Baca: Laju Ekonomi Bali dan Nusa Tenggara Melemah, Maluku dan Papua Menguat

Upaya pengembangan produk bernilai tambah dan optimalisasi pasar dalam negeri disebutnya akan berdampak ke ekonomi daerah dalam jangka panjang, yaitu 5-10 tahun bila dilakukan secara konsisten. "Tidak bisa langsung 2-3 tahun," ujar.

Pulau201620172018Kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi 2018
Sumatera4,294,34,5421,58%
Jawa5,595,615,7258,48%
Bali dan Nusa Tenggara5,893,732,683,05%
Kalimantan2,014,333,918,20%
Sulawesi7,426,996,656,22%
Maluku dan Papua7,454,896,992,47%

Sumber: BPS (Diolah)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...