Jawab Faisal Basri, Sri Mulyani Sebut Beban Bunga Utang Masih Logis
Sebelumnya, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengakui bahwa rasio utang pemerintah Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih relatif rendah bila dibandingkan dengan Jepang dan Amerika Serikat (AS). Namun, meminta pemerintah mewaspadai beban pembayaran bunga utang terhadap APBN yang terus meningkat.
(Baca: Rupiah Perkasa, Investor Asing Buru Aset Keuangan Indonesia)
“Selama kurun waktu 2014-2018, utang pemerintah pusat naik 69%, dari Rp 2.605 triliun menjadi Rp 4.416 triliun. Peningkatan itu lebih tinggi ketimbang periode 2010-2014 sebesar 55%,” tulis Faisal dalam situs resminya, Minggu (27/1).
Berdasarkan catatannya, pembayaran bunga utang pada 2014 baru mencapai 7,5% dari belanja total dan 11,1% dari belanja pemerintah pusat. Lima tahun kemudian (2018), pembayaran bunga utang meningkat, masing-masing menjadi 11,7% persen dari belanja total dan 17,9% dari belanja pemerintah pusat.
Selama kurun waktu 2014-2018, belanja untuk pembayaran bunga utang tumbuh paling tinggi, yaitu 94% atau lebih dari tiga setengah kali pertumbuhan belanja modal yang hanya 25,9%.
Sebagai perbandingan, rasio utang AS mencapai 105% dari PDB atau jauh lebih tinggi dari Indonesia, yaitu di bawah 30% dari PDB. Meski rasio utangnya lebih tinggi, AS hanya mengalokasikan 7% untuk pembayaran bunga utang dari total belanja total tahun anggaran 2018.
(Baca: BI Revisi Aturan Utang Luar Negeri Bank, Tambah Sanksi Bagi Pelanggar)
Sementara itu, APBN AS sebagian besar dialokasikan untuk belanja sosial, antara lain dalam bentuk perlindungan sosial dan kesehatan (medicare dan medicaid). Sementara Indonesia, alokasi untuk belanja sosial tak kunjung naik, bahkan turun lantaran beban pembayaran bunga yang terus meningkat.