Bahas Rupiah, Gubernur BI Singgung Kebijakan Lanjutan Substitusi Impor

Rizky Alika
28 Januari 2019, 15:21
gulungan besi baja
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Pekerja membantu bongkar muat gulungan besi baja di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (4/4/2018).

Sementara itu, BI optimistis defisit neraca transaksi berjalan (neraca dagang barang dan jasa) bisa mengecil. Defisitnya diperkirakan sebesar 2,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini, atau lebih rendah dari tahun lalu yang diperkirakan berkisar 3% terhadap PDB.

Dengan perbaikan neraca transaksi berjalan, ditambah menguatnya neraca modal dan finansial – seiring aliran masuk masuk dana asing ke pasar keuangan domestik – maka secara keseluruhan neraca pembayaran diprediksi membaik. Ini artinya, dalam gambaran besar, pasokan dan permintaan dolar AS lebih seimbang.

Sebelumnya, BI menyebut aliran masuk dana asing ke pasar saham, surat utang pemerintah, dan surat utang korporasi mencapai Rp 19,2 miliar sejak awal tahun hingga 24 Januari. “Secara keseluruhan, sisi fundamental neraca pembayaran lebih baik dengan defisit transaksi berjalan yang menurun dan siklus neraca modal semakin meningkat," ujar Perry.

(Baca: BI Optimistis Defisit Transaksi Berjalan Susut Mulai Kuartal I 2019)

Selain imbas kebijakan ekspor-impor dan aliran investasi asing, Perry menilai penguatan rupiah juga disokong oleh pengembangan pasar valuta asing (valas) domestik. Saat ini, sudah ada pasar spot, swap, dan pasar valas berjangka Domestic Non Deliverable Forward (DNDF).

Nilai tukar rupiah telah kembali mendekati level 13.000 per dolar AS. Pada perdagangan di pasar spot, Senin (28/1), rupiah tercatat berada pada posisi 14.046 per dolar AS, menguat 0,33% dibandingkan dengan penutupan perdagangan pada hari sebelumnya.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...