Faktor Pembeda Pelemahan Rupiah Saat Ini Dibandingkan Krisis 1998

Rizky Alika
6 September 2018, 18:50
No image
Petugas penukaran mata uang merapihkan uang yang hendak ditukar dengan mata uang asing di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta. Berdasarkan data Bank Indonesia, kurs tengah rupiah dipatok pada level Rp11.722 per dolar AS, melemah 0,14% dibandingkan

Menurutnya, untuk membahas depresiasi rupiah yang mendekati Rp 15.000 per dolar AS belakangan ini harus melihat sisi eksternal dan internal. Faktor internal yang turut memengaruhi pergerakan mata uang Garuda, salah satunya musim pembayaran dividen pada triwulan II/2018.

Hal lain yang berpengaruh adalah defisit neraca dagang dan defisit transaksi berjalan. Budi berpendapat, kondisi makroekonomi ini mencerminkan Indonesia kurang produktif dan kompetitif dalam mengembangkan pasar ekspor.  (Baca juga: BI: B20 Bantu Perbaiki Defisit Transaksi Berjalan)

Adapun, dari sisi eksternal perlu dicermati sentimen investor menyusul pelemahan ekonomi di Argentina, Turki, dan Brasil. "Namun, depresiasi ini sudah diobati oleh BI dengan mengerek bunga acuan 125 basis poin," kata Budi. (Baca juga: Perang Dagang hingga Krisis Argentina Menekan Rupiah Mendekati 14.900)

Apabila membandingkan kondisi saat ini dengan era 1998 maupun 2008 terlihat bahwa fundamental ekonomi nasional yang ada sekarang berbeda. Beberapa indikator perekonomian menunjukkan performa aman meski tetap perlu diwaspadai.

Kondisi inflasi per Agustus tahun ini terkendali di angka 3,2%, jauh di bawah inflasi saat krisis 1998 yang mencapai 82,4% maupun krisis 2008 sebesar 12,1%. Nilai depresiasi rupiah saat ini 9,3% juga di bawah kondisi 1998 yang mencapai 197% serta2018 sebesar 35%. Data lain seperti suku bunga acuan BI, rasio utang pemerintah terhadap PDB, cadangan devisa, maupun risiko investasi juga relatif terkendali.

Budi berpendapat bahwa selanjutnya pemerintah harus memperkuat cadangan devisa. Hal ini bermaksud mencegah kejatuhan rupiah yang lebih dalam. Menurut Budi, masyarakat dapat berkontribusi dengan mengurangi konsumsi barang-barang impor.

"Jangan konsumtif, kurangi beli barang-barang impor. Kita ini cinta sekali dolar, suka ikut tren beli gadget terbaru. Kurangi juga ke luar negeri," katanya. (Baca juga: 2019, Industri Pariwisata Dibidik Hasilkan Devisa US$ 20 Miliar)

Masyarakat dinilai masih berpemahaman bahwa kurs rupiah yang menguat itu lebih baik. Padahal, untuk mengembalikan posisi nilai tukar maka BI harus menggelontorkan cadangan devisa dalam jumlah besar.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...