S&P Tak Naikkan Rating Indonesia, Rupiah Tembus 13.700 per Dolar

Desy Setyowati
Oleh Desy Setyowati - Yura Syahrul
2 Juni 2016, 11:54
Dolar Amerika Serikat
ARIEF KAMALUDIN | KATADATA

Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga optimistis investasi portofolio masih cenderung positif. Alasannya, prospek kredit Indonesia yang diberikan S&P adalah “Positif”. Apalagi, fundamental ekonomi Indonesia semakin membaik.

Meski begitu, Eric memperkirakan permintaan S&P agar pemerintah menekan defisit anggaran dan mengurangi utang agar peringkat kreditnya dinaikkan, masih sulit dilaksanakan. Penyebabnya, penerimaan negara masih seret seiring minimnya penerimaan pajak.

Sekadar informasi, per 8 Mei lalu, penerimaan negara baru sekitar Rp 419,2 triliun atau 23 persen dari target tahun ini Rp 1.822,5 triliun. Dari jumlah tersebut, penerimaan pajak -di luar bea dan cukai- sekitar Rp 272 triliun atau 20 persen dari target pajak Rp 1.360,2 triliun.

Alhasil, pemerintah berencana memperbesar target defisit anggaran dari 2,15 persen menjadi 2,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) tahun ini. Sumber pembiayaan defisit tentu saja salah satunya dari utang atau pinjaman luar negeri.

Kementerian Keuangan

Karena itu, menurut Eric, perlu adanya sumber pendapatan yang luar biasa pada tahun ini untuk memperkecil defisit. Andalan utama pemerintah adalah penambahan penerimaan dari kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty), yang pernah diklaim Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mencapai Rp 165 triliun.

Ekonom Mandiri Sekuritas Leo Putera Rinaldy juga melihat kebijakan yang memungkinkan pemerintah meraih peringkat layak investasi dari S&P adalah menerapkan amnesti pajak. Kebijakan itu memang tidak bisa langsung menyelesaikan persoalan anggaran, namun setidaknya bisa membantu mengelola risiko penerimaan. “Setidaknya ada revenue generation,” katanya.

Josua juga berpandangan serupa. Penerapan amnesti pajak tahun ini akan menambah penerimaan sehingga risiko defisit anggaran mengecil. Jika beleid tax amnesty disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan dijalankan pemerintah, dia yakin peluang kenaikan peringkat Indonesia semakin terbuka. Karena rasio utang terhadap PDB juga masih rendah di kisaran 30 persen.

Namun, Leo mengingatkan pemerintah agar lebih realistis menetapkan target, baik dari sisi penerimaan atau belanja. Selain itu, perlu melebarkan ruang defisit fiskal untuk memastikan belanja infrastruktur tetap berjalan.

 

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...