Rekor Baru, Penerimaan Pajak Tembus Rp 1.000 Triliun

Muchamad Nafi
28 Desember 2015, 16:08
Bambang Brodjonegoro
Arief Kamaludin|KATADATA
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro

Agar target di akhir tahun tercapai, Bambang mengungkapkan terus berusaha meyakinkan sejumlah perusahaan untuk melakukan revaluasi aset pada Desember ini, mulai dari perusahaan BUMN hingga swasta yang bergerak di berbagai bidang usaha. Dengan begitu, pemerintah bisa menghimpun penerimaan pajak yang lebih besar. “Saya seringkali telepon dirut BUMN atau dirut swasta untuk revaluasi. Setiap ketemu pengusaha besar, saya katakan itu. Yang paling besar perbankan dan perkebunan,” ujar dia.

Sebelumnya, rendahnya penerimaan pajak hingga November lalu sempat menghawatirkan sejumlah kalangan. Pasalnya, shortfall pajak pada akhir tahun diduga membengkak hingga 20 persen atau sekitar Rp 259 triliun. Akibatnya, defisit anggaran negara tahun ini berpotensi melewati tiga persen dari produk domestik bruto. Padahal, Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003 membatasi defisit anggaran maksimal tiga persen.

Kekhawatiran itu membuncah ketika Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito menyatakan mundur dari jabatannya. Kepada para wartawan melalui pesan singkat pada awal bulan ini, dia mengabarkan lengser dari dirjen karena tidak mampu mencapai target penerimaan pajak, yaitu realisasi penerimaan yang dapat dapat ditoleransi di atas 85 persen dari APBN P 2015. Sigit menghitung realisasi penerimaan pajak sampai akhir tahun hanya 80 hingga 82 persen. 

Untuk menangkis kepanikan rendahnya penerimaan negara di akhir tahun, pemerintah berupaya menekan pembengkakan defisit anggaran agar tidak melampaui tiga persen dari PDB. Salah satu langkhanya yaitu memperkecil batasan defisit anggaran daerah sehingga pemerintah pusat memiliki ruang fiskal yang lebih besar dengan merevisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183 Tahun 2014. Beleid itu terkait dengan batas maksimal kumulatif defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan batas maksimal kumulatif pinjaman daerah.

Direktur Jendral Perimbangan Kementerian Keuangan Boediraso Teguh Widodo mengatakan perubahan batasan defisit anggaran daerah semata-mata agar APDB lebih realistis. Pasalnya, APBD selama ini cenderung mengalami surplus. APBD 2010, misalnya, ditetapkan defisit 0,65 persen. Namun, realisasinya malah surplus 0,15 persen. Begitu pun dengan 2011 ditetapkan defisit 0,49 persen namun surplus 0,39 persen. “Neraca anggaran rata-rata yang ditetapkan juga selalu defisit, tapi realisasinya selalu surplus,” kata Teguh.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...