Faisal Basri Anggap Keliru Revisi UU BI karena Fiskal yang Bermasalah

Agatha Olivia Victoria
3 September 2020, 13:50
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kedua kiri) didampingi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (kedua kanan), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso (kiri) dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) H
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kedua kiri) didampingi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (kedua kanan), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso (kiri) dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah (kanan) di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (22/1/2020).

Oleh karena itu, ia pun menyayangkan jika revisi UU BI tetap dilakukan oleh DPR, meski dengan alasan menjaga sektor perbankan dan keuangan sekalipun. Faisal menyarankan untuk menjaga dua sektor tersebut, pemerintah harus fokus mengatasan pandemi corona dengan cepat.

Berdasarkan draf revisi UU BI yang diterima Katadata.co.id, nantinya akan dibentuk Dewan Moneter yang membantu pemerintah dan bank sentral menetapkan kebijakan moneter. Dewan moneter akan terdiri dari lima anggota yakni Menteri Keuangan, satu orang menteri yang membidangi perekonomian, Gubernur BI, Deputi Gubernur Senior BI dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Selain pembentukan Dewan Moneter, draf revisi UU tersebut juga mengatur keterlibatan pemerintah dalam keputusan rapat dewan gubernur yang diadakan setiap bulan. Pemerintah dapat mengirimkan perwakilan yakni seorang atau lebih menteri bidang perekonomian yang memiliki hak bicara dan hak suara. Rapat dewan gubernur bulanan antara lain memutuskan arah suku bunga acuan Bank Indonesia.

Dengan adanya ikut campur pemerintah dalam menetapkan kebijakan moneter, pasal 9 dalam UU BI yang lama akan dihapus. Pasal tersebut mengatur independensi BI yantg berisi bahwa pihak lain tak dapat ikut campur dalam pelaksanaan tugas bank sentral.

Tujuan bank sentral juga turut ditambah dalam revisi UU ini, dari semula hanya menjaga inflasi dan kestabilan nilai rupiah diperluas menjadi mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang berkelanjutan.

Melalui draf revisi UU ini, DPR juga ingin mengembalikan tugas pengawasan bank dari OJK ke BI. Pengalihan tugas pengawasan bank ini dilaksanakan selambat-lambatnya pada 31 Desember 2020, sementara proses pengalihan akan dilakukan secara bertahap setelah memenuhi sejumlah syarat dan dilaporkan kepada DPR.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...