Ancaman Ketimpangan Melebar akibat Turunnya Daya Beli Masyarakat Bawah

Agustiyanti
12 November 2020, 19:25
ketimpangan melebar, ketimpangan, dampak pandemi Covid-19, kemiskinan meningkat
123RF.com/alphaspirit
Ilustrasi. Daya beli masyarakat menengah bawah merosot lebih dalam dibandingkan kelompok menengah atas.

Ketimpangan yang semakin meningkat selama pandemi di negara-negara kawasan berpotensi terjadi karena pengangguran yang meningkat. Apalagi pekerja yang kehilangan pekerjaan, paling banyak terjadi pada golongan berpenghasilan rendah.  Survei IMF menunjukan pandemi mulai berdampak pada pasar tenaga kerja di Asia.

Indikator frekuensi pasar tenaga kerja yang tinggi telah merosot tajam dan jauh lebih besar daripada saat krisis keuangan global. Agregat jam kerja telah menurun, serta pengangguran melonjak. Kehilangan pekerjaan terkonsentrasi di industri dengan gaji yang lebih rendah.

Catatan Badan Pusat Statistik hingga Agustus 2020, terdapat 29,12 juta penduduk usia kerja yang terdampak pandemi Covid-19. Secara perinci, 2,56 juta orang menjadi pengangguran, 760 ribu orang menjadi bukan angkatan kerja, 1,77 juta orang menjadi sementara tidak bekerja. Adapun mayoritas atau sebanyak 24,03 juta pekerja mengalami pengurangan jam kerja.

 BPS mencatat total pengangguran pada Agustus 2020 bertambah 2,67 juta orang menjadi 9,77 juta orang per Agustus 2020, terlihat dalam databoks di bawah ini.

Kendati demikian, peningkatan ketimpangan bisa saja tidak terjadi jika kebijakan pemerintah bisa mengubah pola historis. Selama dua dekade jika terjadi epidemi apapun, hampir selalu terjadi peningkatan koefisien gini secara ters menerus.

BPS mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh rasio gini per Maret 2021 sebesar 0,381. Angka ini meningkat 0,001 poin jika dibandingkan dengan rasio gini September 2019 sebesar 0,380 dan menurun 0,001 poin dibandingkan dengan rasio gini Maret 2019 yang sebesar 0,382. 

IMF dalam kesempatan lain juga mengingatkan agar pemerintah negara-negara G20, termasuk Indonesia tak  mengurangi apalagi dukungan untuk menahan dampak pandemi Covid-19. Dampak dari wabah ini masih akan terasa hingga tahun depan. Adapun pengurangan stimulus dapat berpengaruh pada ketersediaan lapangan kerja dan kebangkrutan dunia usaha. 

Direktur Eksekutif Center Of Reform on Economics Mohammad Faisal mengatakan, kenaikan ketimpangan merupakan masalah yang serius, apalagi jika terjadi secara signifikan. "Karena ini bukan hanya masalah ekonomi, tapi bisa memicu masalah sosial, keamanan, hingga ke politik," ujar Faisal. 

Faisal menyarankan agar pemerintah  giat menggelontorkan bantuan selama pandemi terjadi. Bantuan untuk masyarakat kecil  perlu terus diberikan dalam bentuk sembako atau bantuan langsung tunai. Sedangkan untuk dunia usaha, bantuan bisa diberikan pemerintah melalui modal usaha dan insentif.  Namun, stimulus untuk dunia usaha hanya perlu diberikan selama pandemi saja.

Adapun saat pandemi sudah bisa dikendalikan, Faisal menuturkan bahwa perlunya menciptakan lapangan kerja. "Harapannya dengan UU Omnimbus Law Cipta Kerja bisa merealisasi itu," kata dia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, anggaran perlindungan sosial tahun depan memang lebih rendah dibandingkan tahun ini. Hal ini lantaran ekonomi yang terpukul luar biasa akibat pandemi Covid-19 diharapkan mulai pulih pada tahun depan. Meski demikian, anggaran perlindungan sosial pada tahun depan tetap besar mencapai Rp 408 triliun, dibandingkan tahun ini yang mencapai Rp 495 triliun. 

"Namun Presiden sudah indikasikan, ada beberapa program perlindungan sosial yang mungkin akan tetap dilanjutkan jika pandemi tahun depan masih terjadi dan vaksinasi belum meluas. Sekarang belum dianggarkan, tetapi mungkin akan ada modifikasi," ujar Sri Mulyani dalam Rapat dengan Komisi XI DPR di Jakarta yang ditayangkan melalui streaming video, Kamis (12/11). 

Dalam UU APBN yang telah disahkan, pemerintah akan memberikan bantuan kartu sembako pada 18,8 juta keluarga, bansos tunai pada 10 juta jeluarga, dan PKH untuk 10 juta keluarga. Pemerintah juga akan menyubsidi perserta penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan, termasuk subsidi sebagian iuran peserta mandiri kepada sebanyak 96,8 juta orang. Selain itu, pemerintah juga akan memberikan bantuan kepada 1,1 juta mahasiswa dan 20,1 juta siswa dalam Program Indonesia Pintar. 

"Tapi nanti semua data akan tergantung juga pada data terpadu kesejahteraan sosial yang saat ini sedang diperbarui bersama Kemensos dan Kemendagri," kata Sri Mulyani. 

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...