Amunisi Besar dalam Omnibus Law Sektor Keuangan untuk Selamatkan Bank

Agustiyanti
3 Desember 2020, 09:19
dpr, omnibus law, kewenangan LPS, kewenangan BI, kewenangan OJK, penyelamatan bank
123RF.com/Andriy Popov
Ilustrasi. Omnibus law sektor keuangan akan menambah kewenangan LPS dan OJK dalam penyelamatan bank.

Adapun OJK dapat menetapkan bank dalam resolusi jika mengalami setidaknya tiga kondisi. Pertama, jika mengalami pemburukan dan tidak memenuhi ketentuan permodalan minimum dan/atau giro wajib sebelumm jangka waktu bank dalam penyehatan atau maksimal 12 bulan sejak ditetapkan. Kedua, belum memenuhi ketentuan permodalan dan/atau permasalahan likuiditas mendasar hingga jangka waktu bank dalam penyehatan. Ketiga, tidak dapat mengembalikan penempatan dana LPS.

Sementara kewenangan tambahan yang diberikan kepada LPS dalam RUU ini, terutama mencakup penanganan permasalahan bank dalam penyehatan atau sebelum ditetapkan gagal. LPS dapat melakukan uji tuntas terkait kondisi bank, penjajakan dengan bank lain yang bersedia menerima sebagian/seluruh aset atau kewajiban bank, serta penjajakan dengan investor yang bersedia mengambil alih bank.

LPS juga dapat menempatkan dana pada bank dalam penyehatan atas permintaan OJK dan menjadi pengelola statuter bank tersebut.

LPS
LPS (Arief Kamaludin|KATADATA)

Kewenangan LPS untuk menangani bank gagal melalui empat metode resolusi yang sudah diatur dalam Undang-undang PPKSK juga dipertegas dalam omnibus law ini. Pertama, pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank kepada bank penerima atau purchase and assumption. Kedua, pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank kepada bank perantara atau bridge bank. Ketiga, penyertaan modal sementara. Keempat, likuidasi.

Selain itu, LPS juga dapat menjual/repo surat berharga negara yang dimiliki BI, menerbitkan surat utang, meminjam kepada pihak lain, dan/atau meminjam kepada pemerintah. RUU ini juga mengatur pinjaman likuiditas jangka pendek atau PLJP Bank Indonesia kepada perbankan.

Taring Menkeu

Selain mengatur kewenangan BI, OJK, dan LPS, aturan sapu jagat ini mengatur penataan ulang kewenangan Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Posisi menteri keuangan yang sebelumnya hanya menjadi koordinator dalam UU PPKSK diubah menjadi ketua merangkap anggota.

Pengambilan keputusan dalam KSSK dilakukan secara musyawarah untuk mufakat. Namun jika mufakat tidak tercapai, maka Menteri sebagai Ketua KSSK dapat mengambil keputusan atas nama KSSK.

Ketua Bidang Pengembangan Kajian Ekonomi Perhimpunan Bank Nasional Aviliani mengatakan menkeu dalam UU PPKSK sebelumnya hanya berfungsi sebagai koordinator dalam KSSK. Hal ini dapat menyulitkan proses pengambilan keputusan.

"Karena itu posisi menekeu seharusnya memang bukan hanya koordinator, tetapi ketua," kata Aviliani kepada Katadata.co.id, Rabu (3/12).

Secara keseluruhan, menurut dia, omnibus law dibutuhkan untuk mengantisipasi jika terjadi pemburukan pada perbankan. Tantangan bagi perbankan akan semakin berat mulai tahun depan dengan pertumbuhan kredit yang hanya mencapai 3%.

Salah satu hal penting yang memang perlu diatur dalam omnibus law sektor keuangan, menurut Aviliani, adalah terkait tambahan kewenangan untuk LPS. Pemerintah sebenarnya sudah memperluas kewenangan LPS melalui PP Nomor 33 Tahun 2020.

Dalam PP itu, LPS dapat menyelamatkan bank sebelum ditetapkan sebagai bank gagal oleh OJK. Namun, menurut Aviliani, PP tersebut tak cukup kuat karena berada di bawah undang-undang sehingga memang perlu diatur dalam omnibus law.

"Tambahan kewenangan LPS ini penting sekali untuk mencegah ada bank yang gagal. Jangan sampai ada bank yang gagal. Karena kalau sudah gagal, biayanya akan sangat mahal," katanya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...