Menimbang Potensi Pembebasan Pajak Mobil untuk Bantu Pemulihan Ekonomi

Agatha Olivia Victoria
16 Februari 2021, 18:26
pajak, PPnBM, kendaraan, pajak mobil nol persen
123RF.com/Amnarj Tanongrattana
Pemerintah memutuskan memberikan insentif PPnBM nol persen untuk mobil baru kategori 1500 cc.

Kemudian, pengembalian pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pengurangan angsuran PPh pasal 25, penurunan tarif PPh Badan, PPN tidak dipungut di Kawasan Berikat (KB) atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).

Pengamat Pajak Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda mengatakan dengan alokasi insentif PPnBM dari program PEN, membuat pemberian bantuan ke masyarakat terdampak Covid-19 akan berkurang. "Jadi tidak akan efektif untuk mendorong pemulihan ekonomi," ujar Nailul.

Selain itu, kebijakan pemberian pajak nol persen membuat penerimaan negara berkurang. "Shortfall pajak tahun ini pastinya akan semakin melebar," kata Nailul.

Padahal, kekurangan setoran pajak pada 2020 mencapai Rp 128,8 triliun. Adapun penerimaan pajak hanya mencapai Rp 1.070 triliun pada tahun lalu, atau 89,3% dari target Rp 1.198,8 triliun.

Kelas Menengah Belum Tentu Akan Belanja Mobil

Direktur Riset Center Of Reform on Economics Piter Abdullah Redjalan menyatakan program insentif pajak 0% untuk mobil baru tak akan signifikan bila hanya menyasar kelas menengah bawah. Sehingga dia menyarankan insentif diberikan kepada para konsumen kendaraan di atas 1.500 cc.

Piter menilai insentif PPnBM tidak akan menyebabkan masyarakat kelas menengah ke bawah meningkatkan daya belinya meski harga mobil turun. Kelompok ini yang terkena dampak pandemi paling besar seperti terkena pemutusan hubungan kerja, hingga kehilangan pendapatan baik pekerja formal maupun informal.

"Akan lebih baik kalau insentif mobil baru disasar kepada masyarakat menengah ke atas," katanya.

Kelompok masyarakat menengah atas memberikan kontribusi yang paling besar terhadap konsumsi nasional yakni sekitar 80%. Dia menyebutkan bahwa jika tingkat konsumsi golongan tersebut bisa dikembalikan, pemulihan permintaan akan sangat besar.

Namun, dia menilai insentif yang diberikan tidak harus sama persis seperti untuk masyarakat kelas menengah ke bawah. "Mungkin bisa diberikan potongan 50% saja," ujar Piter.

Jika hal tersebut terwujud, kedua masyarakat dari golongan yang berbeda bisa sama-sama memicu akselerasi pertumbuhan konsumsi, khususnya di sektor otomotif. Apalagi, sektor tersebut mengalami penurunan yang paling tinggi akibat pandemi.

Peneliti INDEF Bhima Yudhistira mempertanyakan insentif pajak nol persen dapat meningkatkan penjualan mobil. Masa pandemi membuat mobilitas penduduk masih rendah, membuat prioritas belanja masyarakat bukan beli mobil baru.

Data Google Mobility per 9 Februari 2020 memperlihatkan bahwa pergerakan masyarakat ke tempat perbelanjaan dan rekreasi turun 21% dan ke perkantoran turun 32%.

Jika prediksi Bappenas mengenai virus corona bisa terkendali pada September 2021, maka prioritas belanja masyarakat saat ini masih seputar kesehatan, makanan, minuman, dan kebutuhan primer lain. "Sementara kendaraan bermotor bukan prioritas utama dan masih dianggap kebutuhan tersier, bahkan di kelas menengah," kata dia.

Selain itu, penurunan harga mobil belum tentu akan mendorong kenaikan pinjaman kendaraan bermotor. Bank dan leasing kondisinya sedang menghadapi risiko kredit macet sehingga lebih selektif memilih calon debitur. Bunga kredit kendaraan bermotor pun masih tinggi di atas 10%-15%.

"Leasing akan sangat hati-hati untuk menyalurkan pinjaman sehingga akibatnya bunga kredit maupun uang muka menjadi mahal," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...